Agus Salim Sang Diplomat Yang Religius Dan Patriotik
April 15, 2019
Edit
Profil Agus Salim
Nama Lengkap : Agus SalimLahir : Sumatera Barat, 8 Oktober 1884
Meninggal : Jakarta, 4 November 1954 (70 Tahun)
Zodiac : Balance
Profesi : Jurnalis, Diplomat
Makam : Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Biografi Agus Salim
Agus Salim terlahir sebagai anak keempat dari pasangan Soetan Mohamad Salim dan Siti Zaenab pada tanggal 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Agam Sumatera Barat. Ayahnya, seorang Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau. Mashudul Haq yang berarti ``Pembela Kebenaran`` ialah nama yang diberikan oleh orang tuanya dikala ia lahir. Menelusuri jejak dalam biografi Agus Salim, kita mendapati kecerdasannya sangat menonjol dibanding teman-temannya. Terlahir dari keluarga yang berada, menciptakan Agus Salim sanggup mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah Belanda tanpa hambatan. Pada usia 19 tahun, belai lulus dari HBS (Hogere Burger School) atau sekolah menengah atas dikala ini dalam waktu 5 tahun dengan menyandang predikat lulusan terbaik di tiga kota yaitu Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Pada usia mudanya itu, Agus salim bisa menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing; Belanda, Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang,dan Jerman. Semangat mencar ilmu Agus Salim terus Menyala, dan berbekal sebagai lulusan terbaik dia mengajukan beasiswa kepada pemerintah Belanda untuk sanggup melanjutkan sekolah Kedokteran di Belanda. Tanpa lantaran yang jelas, ternyata permohonannya ditolak yang membuatnya kecewa. Disisi lain, R.A. Kartini yang hidup sejaman dengan Agus Salim, mendapatkan beasiswa dari pemerintah Belanda untuk bisa mencar ilmu di negeri Kincir Angin tersebut. Namun,karena ia telah menikah, yang dalam tradisi watak Jawa, tidak memperbolehkan seorang perempuan yang sudah menikah jauh dari suaminya mengurungkan niat belajarnya. Mengetahui ada anak muda yang cerdas dan merupakan lulusan terbaik dari tiga kota sekaligus, maka kartini berkirim surat kepada temannya, Ny. Abendanon yang merupakan istri pejabat di negeri Belanda yang berwenang memilih beasiswa untuk mengalihkan beasiswa kepada Agus Salim. Pengajuan pengalihan beasiswa R.A. kartini kepada Agus Salim disetujui oleh pemerintah Belanda. Membaca biografi Agus Salim kita dapati, jika dia orang yang mempunyai kemerdekaan diri yang tinggi. Beasiswa dari pemerintah Belanda justru ditolaknya, lantaran Ia tahu, itu bukan murni atas prestasinya, namun lantaran atas seruan seorang ningrat berjulukan Kartini. Dia justru merasa tersinggung atas perlakuan yang tidak adil tersebut.
Dalam biografi Agus Salim disebutkan, pada tahun 1906 bersamaan dengan gagalnya dia melanjutkan sekolah, ia mendapatkan tawaran kerja sebagai penerjemah di konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Beliau mendapatkan pekerjaan tersebut dalam kurun waktu 2 tahun antara tahun 1909 hingga 1911. Disela-sela pekerjaannya, ia menimba ilmu lebih jauh perihal agama Islam kepada Syech Ahmad Khatib, seorang Imam di Masjidil Haram yang juga pamannya sendiri dan merupakan guru dari KH. Hasyim Asy`ari pendiri NU dan KH. Ahmad dahlan Pendiri Muhammadiyah. Selain mencar ilmu agama, ia juga mencar ilmu mengenai ilmu diplomasi dan politik. Perpaduan ketajaman ilmu Agama, ilmu Politik, Kemampuan Bahasa abnormal dan kecerdasannya yang tinggi membuatnya menjadi pribadi yang disegani. Saat pulang ke tanah air, ia pribadi aktif dalam pergerakan nasional dan juga mendirikan Sekolah HIS (Hollandsche Inlandesche School.
Melanjutkan biografi Agus Salim, usaha politiknya diawali dikala bergabung dengan Serikat Islam pada tahun 1915 yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis. Beliau sempat menjadi anggota Volksraad ( semacam DPR/MPR) dari perwakilan SI di pemerintah Hindia Belanda menggantikan seniornya HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis. Agus Salim tidak bertahan usang dan mengalami kekecewaan atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda sebagaimana pendahulunya dan berkesimpulan berjuang dari dalam tidak efektif hingga tetapkan focus berjuang melalui SI. Pada tahun 1923 SI pecah secara ideolgi menjadi SI kiri atau SI merah yang berideologikan ke ``kiri`` yang dipimpin oleh Semaun dan Darsono yang menjadi cikal bakal PKI dengan SI kanan atau SI Putih yang berhaluan ideology kanan, dimana Agus Salim tergabung didalamnya dengan Tjokroaminoto. Agus Salim sering menerima tuduhan sebagai kepetangan Belanda, namun ditepisnya dengan keberaniannya untuk mengkritik pemerintah Belanda melalui pidato-pidatonya. Agus Salim menjadi pimpinan puncak SI menggantikan HOS Tjokroaminoto yang wafat pada tahun 1934. Selain di SI, ia mendirikan juga organisasi Jong Islamieten Bond dan melaksanakan perubahan pola pikir dari yang kaku ke Islam moderat dengan meniadakan hijab pemisah antara daerah duduk pria dan perempuan pada kongres ke 2 Jong Islamieten Bond di Yogyakarta tahun 1927.
Membaca biografi Agus Salim lebih dalam kita menemukan keterlibatan ia sebagai anggota PPKI yang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menerima mandate sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung. Pada Kabinet Syahrir I dan II, ia di tunjuk menjadi Menteri Muda Luar Negeri. Begitu pula pada cabinet Hatta. Berlanjut sehabis kedaulatan Indonesia diakui oleh internasional, ia ditunjuk menjadi penasihat Menteri Luar Negeri. ``The Grand Old Man`` ialah julukan terhadap Agus Salim, lantaran kepiawainnya dalam berdiplomasi yang tidak tertandingi pada jamannya. Salah satu contoh, ia sangat cerdik untuk mendapatkan legalisasi atas kemerdekaan Indonesia dari Negara Jerman. Negara Jerman yang merasa keturunan bangsa Arya berlaku sombong dan menganggap rendah Negara atau orang yang tidak bisa berbahasa Jerman. Maka, dikala kunjungannya sebagai Menteri Luar Negeri, dia menyusun naskah pidatonya dalam Bahasa Jerman yang sangat fasih dan memukau petinggi Jerman hingga kesannya mengakui kemerdekaan Indonesia.
Menelaah biografi Agus Salim, kita akan menemukannya sebagai sosok yang merdeka dalam berpikir dan bertindak. Beliau tidak mau terkungkung dalam batasan-batasan, termasuk mendobrak tradisi Minang yang menurutnya kolot. Walaupun seorang tokoh yang disegani dan sangat cerdas, penampilannya sangat sederhana,sering hanya memakai sarung dan peci. Beliau tidak tidak mempunyai brumah tetap dan selalu berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain. Di tiap kota, ia hanya menyewa rumah yang kecil dan sederhana. Dalam hal pendidikan anak, ia mengajarnya sendiri atau home schooling jika dalam istilah sekarang. Hanya anaknya yang paling kecil yang disekolahkan secara formal. Beliau beranggapan, semua keahliannya tidak diperoleh disekolah formal, namun lebih lantaran mencar ilmu berdikari atau belajar sendiri dengan ``learning by doing``. Beliau melaksanakan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda dalam hal pendidikan dengan berujar`` saya telah melalui jalan berlumpur tanggapan pendidikan kolonial``. Haji Agus Salim begitu dekat panggilannya di lintasan sejarah, wafat dalam usia 70 tahun tepatnya pada 4 November 1954 dan dimakamkan di TMP Kalibata. Atas segala jasa dan perjuangannya, ia menerima anugerah sebagai salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang tertuang dalam Keppres nomor 657 tertanggal 27 Desember 1961.
Pendidikan Agus Salim
- Europeesche Lagere School (ELS)
- Hoogere Burgerschool (HBS)
Penghargaan Agus Salim
- Pahlawan Nasional Indonesia SK Keppres nomor 657 tahun 1961
Seperti itulah ulasan Biografi Agus Salim salah satu tokoh jagoan nasional Indonesia dari Sumatera Barat yang sempat BiografiPahlawan.com bagikan kepada pembaca. Semoga dengan hadirnya biografi diatas sanggup membantu pembaca dalam mengenal lebih dalam sosok Agus Salim.