Pangeran Diponegoro, Tokoh Sentral Di Balik Pecahnya Perang Diponegoro
Maret 07, 2019
Edit
Profil Pangeran Diponegoro
Nama Lengkap: Bendoro Raden Mas OntowiryoTempat Lahir : Yogyakarta
Tanggal Lahir : 11 November 1785
Warga Negara : Indonesia
Wafat : 8 Januari 1855 di Sulawesi
Ayah : Hamengkubuwana III
Ibu : R.A. Mangkarawati
Gelar : Pahlawan Nasional
Biografi Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro ialah tokoh sentral di dalam Perang Diponegoro. Lalu, menyerupai apa sosok tokoh Pahlawan Nasional yang satu ini? Kita akan membahasnya untuk anda. Diponegoro lahir pada 11 November 1785 di Jogja. Setelah melaksanakan usaha sekian lama, ia menghembuskan nafas terakhirnya pada 8 Januari 1855 di Sulawesi. Saat itu ia sudah menginjak usia 69 tahun. Diponegoro ialah putra dari tokoh yang disegani berjulukan Hamengkubuwana III.Ia ialah seorang raja dari Mataram. Sang ibu berjulukan R.A. Mangkarawati, ia berdarah Pacitan. Saat dilahirkan, Diponegoro mempunyai nama Bendoro Raden Mas Ontowiryo. Sang Ayah sempat punya niat untuk mengangkatnya sebagai raja. Hanya saja waktu itu ia sadar bahwa ia hanya putra dari seorang selir, sehingga menolak harapan dari ayahnya tersebut. Sepanjang hidupnya, Diponegoro pernah mempersuntingnya banyak istri, diantaranya ialah Raden Ayu Ratnaningrum, Bendara Raden Ayu Antawirya, dan Raden Ayu Ratnaningsih.
Kehidupannya lebih banyak dihabiskan untuk mendalami agama. Ia juga dikenal sangat merakyat dan banyak tinggal di Tegalrejo. Ada satu momen dimana ia melaksanakan pemberontakan terhadap keraton dan ini bermula dikala keraton berada di bawah pemerintahan Hamengkubuwana V (1822). Ia dikala itu bertindak sebagai anggota perwalian. Ia tidak menyukai mekanisme perwalian tersebut. Diponegoro ialah sosok pejuang luar biasa. Ia tidak suka dengan Belanda semenjak mereka berani memasang patok di tanah miliknya yang berlokasi di Tegalrejo. Itu tidak lain ialah alasannya Belanda dinilai semena-mena terhadap masyarakat.
Mereka juga suka membebani pajak kepada rakyat. Ia pun mengatakan ketidaksukaannya secara terbuka dan perilaku ini ternyata banyak menerima pinjaman dari masyarakat. Sang paman Pangeran Mangkubumi lalu memintanya pindah dari Tegalrejo untuk memikirkan taktik melawan kaum kafir. Ia menamai usaha tersebut sebagai Perang Sabil. Semangat tersebut tidak hanya menyulut semangat orang-orang terdekatnya saja, namun mleluas hingga ke Kedu dan Pacitan. Bahkan tokoh agama penting menyerupai Kyai Maja juga turut serta di dalam usaha tersebut.
Perang tersebut menyebabkan kerugian di pihak kolonial. Mereka kehilangan banyak prajurit, bahkan mencapai 15.000 orang. Karena dinilai membahayakan, mereka pun menciptakan sayembara dengan hadiah 50.000 Gulden supaya orang tertarik ikut serta dalam perburuan tersebut. Diponegoro gres berhasil ditangkap di tahun 1830.
Beberapa ahad sehabis ditangkap, 28 Maret 1830, ia bertemu dengan Jenderal de Kock di Magelang. Sang jenderal meminta supaya Diponegoro tidak melaksanakan agresi serangan lagi. Ia pun menolaknya, sehingga berdampak pada pengasingan dirinya ke Ungaran, lalu Semarang, dan terakhir Batavia. Tidak berhenti disini, ia kembali dipindahkan beberapa kali dari satu kawasan ke kawasan lainnya, bahkan hingga ke Manado.
Kutipan Pangeran Diponegoro
"Gusti Allah menilai ketulusan usaha manusia, bukan hasil akhirnya. Kalaupun harus menjumpai kematian, itu artinya mati syahid di jalan Tuhan,"
Hidup dan mati ada dalam genggaman Illahi. Takdir ialah kepastian, tapi hidup harus tetap berjalan. Proses kehidupan ialah hakikat, sementara hasil selesai hanyalah syariat. Gusti Allah akan menilai ketulusan usaha manusia, bukan hasil akhirnya. Kalaupun harus menjumpai kematian, itu artinya mati syahid di jalan Tuhan.
Den Siro Poro Satrio Nagari Mataram
Nagarining Jawi Dodot Iro
Sumimpin Watak Wantune Sayyidina Nagli
Sumimpin Kawicaksanane Sayidina Kasan
Sumimpin Kekendelane Sayidina Kusen
Den seksenono..Hing Wanci Suro
Londo bakal den siro sirnake soko tanah Jowo
Krana sinurung Pangribawaning poro Satrianing Muhammad yoiku
Ngali, Kasan, Kusen
Siro podho lumaksanane yudho kairing Takbir lan Sholawat
Yen Siro gugur ing bantala..Cinondro guguring sakabate Sayidina Kusen
Ing Nainawa...
Terjemahannya :
Wahai ksatria negeri Mataram,
negeri di Jawa kawasan saya pegang teguh,
bersama sifat kepemimpinan Sayidina Ali yg tegas,
bersama sifat sayidina Hasan yang bijak,
bersama sifat kepemimpinan sayidina Husein yang gagah berani,
Wahai saksikanlah.
Tunggulah nnti di bulan Muharam,
Belanda akan kita lenyapkan di tanah jawa,
Dengan kewibawaan ksatria Muhammad yaitu Ali Hasan dan Husein,
Kita semua akan berperang dengan Takbir dan Sholawat,
jika kita gugur di medan perang,
itu ialah tanda laksana gugurnya sobat Husein di Nainawa