Mengenal Aturan Benford

Di alam matematika terdapat metode-metode untuk memilih keaslian suatu data. Salah satu metode ini didasarkan pada frekuensi kemunculan digit pertama. Pada tahun 1938, seorang fisikawan berjulukan Frank Benford menemukan bahwa kemunculan angka 1 pada digit pertama suatu data acak lebih sering dari angka 2, angka 2 lebih sering dari angka 3 dan seterusnya. Frekuensi kemunculan suatu angka akan mengecil seiring bertambah besarnya angka di digit pertama.

Hukum Benford: Mendeteksi Keaslian Suatu Data

Salah satu metode ini didasarkan pada frekuensi kemunculan digit pertama. Pada tahun 1938, seorang fisikawan berjulukan Frank Benford menemukan bahwa kemunculan angka 1 pada digit pertama suatu data acak lebih sering dari angka 2, angka 2 lebih sering dari angka 3 dan seterusnya. Frekuensi kemunculan suatu angka akan mengecil seiring bertambah besarnya angka di digit pertama.




Secara umum sanggup dirumuskan, bahwa frekuensi kemunculan F(d) untuk suatu angka di dalam suatu data acak memenuhi persamaan: F(d) = log[(+ 1)/d]

Sekarang mari kita menguji aturan Benford ini. Kita ambil pola data penduduk di 249 negara per September 2016 dari Wikipedia. Contoh data mentah dari Wikipedia ibarat ditunjukkan pada tabel.





Kemudian kita menciptakan tabel digit awal dan frekuensi kemunculannya ibarat berikut:

Kita sanggup membandingkan persentase kemunculan digit awal terhadap persentase Benford ibarat ditunjukkan pada grafik.
Kita sanggup melihat bahwa kedua grafik tersebut menghasilkan tren yang serupa yang mengatakan bahwa prediksi Benford sangat jitu. 

Untuk kondisi yang lebih umum, kita sanggup melihat beberapa pola kumpulan data yang dihimpun oleh laman http://www.testingbenfordslaw.com.


Bar kuning merupakan jumlah persentase data yang terkumpul, sedangkan segitiga merah muda merupakan prediksi dari aturan Benford. Kita melihat bahwa keseluruhan data yang ditampilkan di atas mempunyai tren yang ibarat dengan aturan Benford asalkan sampel yang kita miliki bersifat acak. 
Lebih menarik lagi, aturan Benford tetap berlaku walaupun satuan yang kita gunakan berbeda, contohnya pada bangunan-bangunan tertinggi dari yang datanya dirangkum Wikipedia pada tabel di bawah:


Perhatikan bahwa tren persentase digit awal tidak menyimpang terlalu jauh dari persentase Benford walaupun satuan berubah dari meter ke kaki. Lalu, mengapa data-data acak memenuhi aturan Benford?
Misalkan kita mempunyai tabungan 1 rupiah di bank dan bank memberi bunga 10% per bulan. Kita akan melihat nilai tabungan kita dari bulan ke bulan sebagai berikut:
1,0|1,1|1,2|1,3|1,5|1,6|1,8|1,9|2,1|2,4|2,6|2,9|3,1|3,5|3,8|4,2|4,6|5,1|5,6|6,1|6,7|7,4|8,1|
9,0|9,8|10,8|11,9|13,1|14,4|15,9|17,4|19,2|21,1|23,2|25,5|28,1|30,9|34,0|37,4|41,1|45,3|
49,8|54,8|60,2|66,3|72,9|80,2|88,2|97,0|106,7|…
Perhatikan bahwa evolusi perubahan digit awal cukup lambat di angka 1 kemudian dikala mencapai angka 2, dengan cepat digit awal berubah ke angka 3, kemudian 4 dan seterusnya hingga 9 dan kemudian melambat lagi di angka belasan. Itulah yang menimbulkan data-data dengan digit awal 1 muncul lebih sering daripada data lainnya.
Terdapat pula beberapa kriteria yang menimbulkan aturan Benford tidak berlaku, contohnya pada data berurutan ibarat nomor halaman. Hukum Benford tidak berlaku pula pada bilangan yang dipengaruhi oleh aliran insan ibarat pada penentuan harga baju. Contoh, ada harga baju senilai Rp 1.999.999,00, tetapi bukan Rp 2.000.000,00.
Bahan bacaan:

---)0V0(---

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel