Stres Dan Penanganannya



Sejarah penelitian stres

Sumbangan pertama dalam penelitian perihal stres diberikan oleh Cannon pada tahun 1932 mengenai responfight-or-flight, yang menyatakan bahwa organisme mencicipi adanya suatu ancaman, maka secara cepat badan akan terangsang dan termotivasi melalui sistem saraf sistematik dan endokrin. Melalui respon fisiologis ini, organisme didorong untuk menyerang ancaman tadi atau melarikan diri.
Sumbangan paling penting dalam penelitian stres dilakukan oleh Hans Seyle pada tahun 1936 tentang General Adaptation Syndrome (GAS). Seyle menyatakan bahwa saat organisme berhadapan dengan stresor, beliau akan mendorong dirinya sendiri untuk melaksanakan tindakan yang diatur oleh kelenjar adrenal yang menaikkan acara sistem saraf simpatetik. Tanpa memperhatikan penyebab dari ancaman, individu akan merespon dengan contoh reaksi fisiologis yang sama, selebihnya dengan mengulangi atau memperpanjang stres sehingga akan melicinkan dan mematahkan sistem. Model oleh Seyle ini menjadi dasar dalam membahas duduk kasus stres.
Stres sanggup dikonseptualisasikan dari banyak sekali macam titik atau pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon, dan stres sebagai interaksi antara individu dan lingkungan.
1. Stres sebagai ‘stimulus’
Pendekatan ini menitikberatkan pada lingkungan dan menggambarkan stres sebagai suatu stimulus (atau stres sebagai ‘variabel bebas’). Pendekatan yang mengungkapkan korelasi antara kesehatan dengan penyakit pada kondisi tertentu di lingkungan eksternal, dilacak pertama kali oleh Hipocrates di awal masa 15 SM, yang menyatakan karakteristik kesehatan dan penyakit dikondisikan oleh lingkungan eksternal. Menurut model ini, seorang individu bertemu secara terus-menerus dengan sumber-sumber stresor yang potensial yang ada di dalam lingkungan, tetapi hanya satu yang tampak minor atau insiden yang tidak berbahaya sanggup mengubah keseimbangan yang tipis yang ada di antara batasan coping (cara mengatasi masalah) dengan keseluruhan perlawanan perilaku coping.
Kelemahan model ini ialah adanya perbedaan individual, tingkat toleransi seseorang, dan harapan-harapannya. Tidak ada kriteria objektif yang bisa mengukur situasi yang penuh stres kecuali ukuran pengalaman individual, sedangkan lingkungan yang memberi tekanan sanggup berupa lingkungan kerja.
2. Stres sebagai ‘respon’
Pendekatan ini memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stresor dan menggambarkan stres sebagai suatu respon (atau stres sebagai variabel tertentu). Menurut Sutherland dan Cooper, stres sebagai suatu respon tidak selalu bisa dilihat, hanya kesudahannya saja yang bisa dilihat. Pendekatan ini berfokus pada perspektif medis.
 3. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan
Pendekatan ini menggambarkan stres sebagai suatu proses yang meliputi stresor dan strain dengan menambahkan dimensi korelasi antara individu dengan lingkungan. Interaksi antara insan dengan lingkungan yang saling menghipnotis disebut sebagai korelasi transaksional. Di dalam proses korelasi ini termasuk juga proses penyesuaian.
Stres bukan hanya suatu stimulus atau sebuah respon saja, tetapi juga suatu proses di mana seseorang ialah suatu mediator (agen) yang aktif yang sanggup menghipnotis stresor melalui strategi-strategi perilaku, kognitif dan emosional. Individu akan menawarkan reaksi stres yang berbeda pada stresor yang sama. Kaprikornus terdapat perbedaan dalam mengartikan tumbuhnya kesadaran terhadap stres merupakan proses yang kompleks dan dinamis yang ssuai dengan pendekatan biopsikososial terhadap kehidupan manusia.
Menurut Sutherland dan Cooper, konsep dasar stres ialah sebagai berikut:
  • Penilaian kognitif: stres ialah pengalaman subjektif yang mungkin didasarkan atar pesepsi terhadap situasi yang tidak semata-mata tampak di lingkungan.
  • ŸPengalaman: suatu situasi yang tergantung pada tingkat keakraban, keterbukaan, proses belajar, kemampuan nyata, dan konsep reinforcement.
  • Tuntutan: tekanan, keinginan, atau rangsangan-rangsangan yang segera sifatnya, yang menghipnotis cara-cara tuntutan yang sanggup diterima.
  • Pengaruh interpersonal: ada tidaknya seseorang, faktor situasional dan latar belakang menghipnotis pengalaman subjektif, respon dan perilaku coping.
  • Keadaan stres: merupakan ketidakseimbangan antara tuntutan yang dirasakan dengan kemampuan yang dimiliki untuk menemukan tuntutan tersebut. Proses yang menikuti merupakan proses coping, serta konsekuensi dari penerapan seni administrasi coping.
Sumber-sumber stres
Meskipun pendekatan yang sering dipakai untuk memahami stres berasal dari pandangan interaktif, namun kita perlu juga mengetahui potensi stresor yang ada di lingkungan. Adapun stresor-stresor tersebut diklasifikasikan sebagai berikut:
Sumber-sumber stres di dalam diri seseorang:
  1. Kesakitan: tingkatan stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu.
  2. Penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, jika seseorang mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stres yang utama. Menurut teori Kurt lewin, kekuatan motivasional yang melawan akan mengakibatkan dua kecenderungan yang berlawanan, yaitu pendekatan dan penghindaran.
Sumber-sumber stres di dalam keluarga:
Stres sanggup bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga, ibarat perselisihan dalam duduk kasus keuangan, perasaan saling hirau tak acuh, sampai tujuan yang saling berbeda.
Sumber-sumber di dalam komunitas dan lingkungan:
Interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stres, dan beberapa pengalaman stres orang bau tanah bersumber dari pekerjaannya dan lingkungan yang sifatnya stressful.
(a)    Pekerjaan dan stres
Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stres sehubungan dengan pekerjaan mereka. Faktor-faktor yang sanggup menciptakan pekerjaan itu stressful, antara lain:
  1. Tuntutan pekerjaan
    Tuntutan pekerjaan sanggup menjadikan stres dalam 2 cara, yaitu pekerjaan terlalu banyak dan jenis pekerjaan itu sendiri sudah lebh stresful daripada jenis pekerjaan lain.
  2. Pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tanggung jawab bagi kehidupan manusia
    Contohnya, tenaga medis yang memiliki beban kerja yang berat dan harus berhati-hati supaya tidak menciptakan kesalahan sehingga sanggup menjadikan konsekuensi yang serius.
Menurut Sarafino, stres kerja sanggup disebabkan lantaran lingkungan fisik yang terlalu menekan, kurangnya kontrol yang dirasakan, kurangnya korelasi interpersonal, sampai kurangnya pengukuhan terhadap kemajuan kerja. Sementara itu, Sutherland dan Cooper menyatakan bahwa sumber stres yang berasal dari interaksi lingkungan sosial dengan pekerjaan, meliputi stresor yang ada di dalam pekerjaan itu sendiri, konflik peran, duduk kasus dalam korelasi dengan orang lain, perkembangan karir, iklim dan struktur organisasi, sampai adanya konflik antara tuntutan kerja dengan tuntutan keluarga.
(b)   Stres yang berasal dari lingkungan
Lingkungan yang dimaksud ialah lingkungan fisik, seperti: kebisingan, suhu yang terlalu panas, kesesakan, dan angin badai. Stresor lingkungan meliputi stresor secara makro, ibarat migrasi, dan kerugian akhir teknologi modern ibarat kecelakaan kemudian lintas, peristiwa nuklir.
Tingkat keseriusan stres
Pendekatan terhadap stres menekankan pada insiden hidup utama sebagai sumber stres. Pendekatan yang cukup gres ialah perhatian untuk kejadian-kejadian traumatis yang ekstrem, baik buatan insan (seperti perang) maupun petaka (seperti tsunami dan tornado).
Pengalaman traumatis yang paling mengerikan, yang sering diselidiki, ialah perang. Stres yang bekerjasama dengan perang sanggup disebabkan lantaran kematian anak, saudara, dan perpisahan dengan keluarga. Pengalaman stres ini, efeknya sanggup berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Reaksi panjang ibarat ini dinamakanPost Traumatic Stres Disorder (PTSD). Orang yang menderita PTSD memiliki ciri khas, yaitu mengalami stresor yang sangat ekstrem. Salah satu reaksi terhadap insiden yang penuh stres ialah tidak responsif, ibarat berkurangnya minat untuk melaksanakan aktivitas, menarik diri, dan penyempitan emosi. Gejala lainnya ialah takut berpisah dan kehilangan, takut akan kematian, disorientasi, depresi, dan agresi.
Mengatasi stres (stress coping)
Menurut Lazzarus dan Folkman, coping stres merupakan suatu proses di mana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasanl dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi penuh tekanan. Secara umum, stres sanggup diatasi dengan melaksanakan transaksi dengan lingkungan di mana korelasi transaksi ini merupakan suatu proses yang dinamis.
Secara umum, coping stres memiliki dua macam fungsi, yaitu:
  1. Emotion-focused copingDigunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stres. Pengaturan ini melalui sikap individu, ibarat penggunaan obat penenang, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan, melalui seni administrasi kognitif. Bila individu tidak bisa mengubah kondisi yang stresful, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya.
  2. Problem-focused copingUntuk mengurangi stresor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang baru. Individu akan cenderung memakai seni administrasi ini jika dirinya yakin akan sanggup mengubah situasi. Metode atau fungsi duduk kasus ini lebih sering dipakai oleh orang dewasa.
Ada delapan strategi coping yang berbeda yang secara umum dikenal dalam psikologi, yaitu: 1. konfrontasi, 2. mencari derma sosial, 3. merencanakan pemecahan duduk kasus dikaitkan dengan problem-focused coping, 4. kontrol diri, 5. menciptakan jarak, 6. evaluasi kembali secara positif, 7. mendapatkan tanggung jawab, dan 8. lari atau penghindaran. Tidak ada satu metode pun yang sanggup dipakai untuk semua situasi stres. Tidak ada strategicoping yang paling berhasil. Strategi coping yang paling efektif ialah seni administrasi yang sesuai dengan jenis stres dan situasi. Keberhasilan coping lebih tergantung pada penggabungan strategi coping yang sesuai dengan ciri masing-masing insiden yang penuh stres, daripada mencoba menemukan satu strategi coping yang paling berhasil.
Perbedaan individu dalam beradaptasi terhadap banyak sekali macam stres di antaranya dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki (misal inteligensi, kreativitas, kecerdasan emosional), imbas lingkungan, pendidikan, pengembangan diri, dan usia. Ada pula beberapa penyesuaian yang sanggup bersifat mengurangi tanda-tanda stres. Penyesuaian yang tidak disadari yaitu dengan menggunakan defense mechanisms (mekanisme pertahanan diri), sedangkan penyesuaian yang disadari di antaranya membicarakan duduk kasus yang dihadapi dengan orang lain, melaksanakan pekerjaan lain yang mengurangi simptom stres, atau sekadar tertawa.
Penyesuaian yang sifatnya problem solving terhadap stres, merupakan jenis penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan sumber stres, tidak tergesa-gesa atau lebih terarah, ada seni administrasi tertentu, dan lebih efektif. Ini sanggup dilakukan dengan memodifikasi diri biar lebih toleran terhadap stres atau memodifikasi situasi yang menjadikan stres.
Penutup: stres dan kesehatan fisik
Stres merupakan salah satu gangguan psikologis. Oleh lantaran itu, antara stres dan kesehatan fisik sanggup saling mempengaruhi. Stres bisa mengakibatkan menurunnya kondisi fisik, sebaliknya penurunan kondisi fisik pun bisa mengakibatkan stres. Setiap insan tentu ingin hidupnya sehat secara fisik dan psikologis. Dengan demikian, dua aspek kesehatan ini perlu diperhatikan secara bersamaan biar setiap individu tidak menjadi individu yang sakit.
Bahan bacaan:


----)oOo(----

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel