Kegagalan Merupakan Pintu Kesuksesan

In order to succeed you must fail,
so that you know what not to do the next time”.
(Anthony J. D’Angelo)
Dalam menuju kesuksesan Anda harus mencicipi kegagalan,
sehingga Anda tahu apa yang harus TIDAK dilakukan berikutnya”.

Sebuah pepatah mengungkapkan bahwa keledai tidak akan jatuh pada lubang yang sama dua kali. Keledai saja yang merupakan binatang [dungu] digambarkan mempunyai ‘kecerdasan’ tersendiri untuk tidak jatuh kembali di lubang yang pernah memerosokkannya. Nyatanya, ungkapan tersebut merupakan tamparan keras bagi orang-orang yang tidak memerhatikan dengan seksama ke mana ia melangkah. Amat sangat banyak kiranya orang-orang yang selalu ‘terjatuh’ di ‘lobang’ yang sama – secara berulang-kali.

Apa bahwasanya hakikat dari ‘kejatuhan’ kita pada suatu lubang “kesalahan”? Orang-orang yang berilmu dan bijaksana tentu bisa mengambil pelajaran dari situ. Yakni, bahwa kesalahan, kekalahan dan kegagalan kita pada suatu ketika merupakan “peringatan”, “rambu-rambu” dan “traffic light” yang memberi kita pemahaman dan kesadaran khusus. Bahwa ‘lubang’ itu ada disana, ia mungkin saja menjerat kita, namun dikala itu terjadi, seharusnya Anda sadari, Anda tak boleh lagi kembali terjebak di dalamnya. Bukankah Anda yakni seorang yang tepat akalnya, sehat mentalnya dan lurus pemahamannya?

Tak ada orang yang senantiasa sepanjang hayatnya merasakan kenikmatankemudahan dankebahagiaan semata... Seiring waktu, semua itu digantikan dengan lawannya:adzab/musibahkesempitan hidup, dan kesedihan. Demikianlah hakikat kehidupan di dunia yang berjalan bagaikan roda yang berputar bergiliran – kadang di ataskadang di bawah. Akan tetapi, disitulah letak nilai kehidupan. Di dikala kita mencicipi adzab/musibah, kita gres tahu harga kenikmatan. Ketika kesempitan hidup melanda, kita mengerti makna fasilitas yang ada. Dan, sewaktu kesedihan meraja, sungguh kita menyadari betapa indahnya kebahagiaan.

Tak berhenti hingga disitu saja, orang-orang yang cerdas senantiasa berupaya membawa dan mengarahkan dirinya pada jalan-jalan yang bisa menyelamatkannya. Orang-orang yang berilmu sehat tentu lebih menentukan nikmat daripada adzab, menentukan kelapangan daripada kesempitan hidup, serta menentukan kebahagiaan di atas kesedihan. Mereka pun bukannya tak pernah mencicipi hal-hal negatif sepanjang hidupnya, akan tetapi, ketika mereka merasa bahwa rel kehidupannya akan membawa mereka pada jalan yang sesat – jalan yang berujung pada adzab, kesempitan, dan kesedihan – pasti mereka akan segera berputar haluan, membalik arah ke tujuan yang lebih tepat dan selamat.

Hal ini bisa terjadi alasannya yakni mereka telah mengenali teladan kehidupannya. Ketika kita mengalami “kejatuhan”, misalnya, maka sepatutnya yang kita lakukan yakni memelajari; mengapa kita bisa terjatuhapa yang menciptakan kita terjatuh? [kemudian memikirkan] bagaimana caranya semoga berikutnya kita TIDAK terjatuh lagi? Inilah abjad orang yang beruntung, yang tak menjadi buntung secara beruntun. Sebagaimana dikatakan oleh seorang Sahabat: “Aku mempelajari kejahatan bukan untuk melakukannya, melainkan semoga saya bisa mengenalinya dan menjaga diriku semoga tidak terjatuh di dalamnya.”
--o0o--

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel