Tjipto Mangunkusumo, Anggota Tiga Serangkai Yang Terkenal
Maret 20, 2019
Edit
Profil Tjipto Mangunkusumo
Nama Lengkap: dr. Tjipto Mangunkusumo EYD: Cipto Mangunkusumo
Tempat Lahir : Pecangakan, Ambarawa, Semarang
Tanggal Lahir : 4 Maret 1886
Wafat : Jakarta, 8 Maret 1943
Ayah : Mangunkusumo
Gelar : Pahlawan Nasional
Tempat Lahir : Pecangakan, Ambarawa, Semarang
Tanggal Lahir : 4 Maret 1886
Wafat : Jakarta, 8 Maret 1943
Ayah : Mangunkusumo
Gelar : Pahlawan Nasional
Biografi Tjipto Mangunkusumo
Dr. Cipto mangunkusumo ialah Pahlawan Nasional yang merupakan anak sulung dari Mangunkusumo. Ia dilahirkan di desa Pecangakan, Jepara. Meski orang bau tanah tergolong priyayi rendahan pada masanya, namun ia sukses menyekolahkan semua keturunan sampai mencapai taraf pendidikan yang tinggi. Cipto dikenal tidak hanya sebab kemampuannya di dalam berpikir, namun juga sebab pribadinya yang jujur. Ia bahkan mendapat julukan dari para guru, yaitu “Een Begaald Leerling”. Arti dari julukan tersebut ialah murid yang berbakat.Ia juga dikenal mempunyai pendirian yang kokoh. Ini bisa terlihat dari banyak sekali goresan pena yang ia buat berisi banyak kritikan pedas kepada Belanda. Ia menyalurkan aspirasinya lewat De Locomotive dan Bataviaasch Nieuwsblad mulai dari 1907. Setelah menamatkan pendidikan di STOVIA, ia ditunjuk sebagai Dokter Pemerintah Belanda dan dikirim ke Demak untuk ditugaskan disana. Hanya saja sebab dinilai terlalu kritis, ia harus kehilangan pekerjaannya.
Dr. Cipto mangunkusumo juga dikenal lewat Budi Utomo. Ia ingin semoga organisasi tersebut lebih demokratis, mengakibatkan terjadinya bentrokan internal dengan pengurus lainnya di sana. Ini pada akibatnya menciptakan Cipto mengundurkan diri. Setelah itu, ia membuka praktek dokter yang berlokasi di Solo. Selain itu, ia juga berpartisipasi di dalam pendirian Kartini Klub yang ditujukan untuk memperbaiki nasib masyarakat. Di tahun 1912, bersama dengan Suwardi Suryaningrat mendirikan Indische Partij. Pada perjalanan karir selanjutnya, ia pergi ke Bandung dalam rangka menjadi penulis untuk harian De Express.
Ada momen dimana ia mendengar Belanda dan Prancis berniat merayakan 100 tahun kemerdekaan di Indonesia. Kemudian ia bernisiatif mendirikan Komite Bumiputera bersama rekan berjulukan Suwardi. Puncaknya ialah pada 19 Juli 1913, dikala itu ia yang masih bersama Komite Bumi Putra merilis artikel berjudul “Ais Ik Nederlands Was” (andaikan aku seorang Belanda). Hanya selang sehari, ia menulis lagi artikel yang berisi santunan terhadap Suwardi. Konsekuensi dari goresan pena tersebut ialah ia dan sang rekan dimasukkan ke sel tahanan pada 30 Juli 1913.
Douwes Dekker tak tinggal diam. Sebagai teman, ia memperlihatkan santunan melalui goresan pena yang pada dasarnya menyatakan keduanya ialah pahlawan. Ini justru menciptakan keadaan memburuk, yang pada akibatnya berujung pada pembuangan ketiga sekawan ini ke Belanda, tepatnya pada 18 Agustus 1913. Disana ia aktif di Indische Vereeniging, namun diijinkan kembali pulang ke Indonesia tahun 1914 sebab dilema kesehatan. Sepulangnya ke Jawa, ia bergabung lagi dengan organisasi Insulinde yang akibatnya menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).
Cipto Mangunkusumo sempat dikira terlibat dalam sabotase, sehingga ia pun dibuang ke Banda Neira. Ia punya riwayat sakit asma, dan disini penyakitnya tersebut kambuh. Sempat diberi kesempatan untuk pulang ke Jawa dengan syarat melepaskan hak politik, ia menolak dengan tegas. Ia kemudian dipindah ke beberapa tempat, sampai menghembuskan nafas terakhir pada 8 Maret 1943.