Hikayat Bunga Kemuning
Agustus 17, 2019
Edit
Dahulu kala, ada seorang raja yang mempunyai sepuluh orang puteri yang cantik-cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana. Tetapi ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya, alasannya itu ia tidak bisa untuk mendidik anak-anaknya.
Istri sang raja sudah meninggal dikala melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau mencar ilmu dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi di antara mereka.
Istri sang raja sudah meninggal dikala melahirkan anaknya yang bungsu, sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Puteri-puteri Raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau mencar ilmu dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi di antara mereka.
Kesepuluh puteri itu dinamai dengan nama-nama warna. Puteri Sulung berjulukan Puteri Jambon. Adik-adiknya dinamai Puteri Jingga, Puteri Nila, Puteri Hijau, Puteri Kelabu, Puteri Oranye, Puteri Merah Merona dan Puteri Kuning, Baju yang mereka pun berwarna sama dengan nama mereka.
Dengan begitu, sang raja yang sudah bau tanah sanggup mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka berpergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.
Dengan begitu, sang raja yang sudah bau tanah sanggup mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Puteri Kuning sedikit berbeda, ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka berpergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua puteri-puterinya. “Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan?” tanya raja.
“Aku ingin komplemen yang mahal,” kata Puteri Jambon.
“Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau,” kata Puteri Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Tetapi lain halnya dengan Puteri Kuning. Ia berpikir sejenak, kemudian memegang lengan ayahnya.
“Ayah, saya hanya ingin ayah kembali dengan selamat,” katanya. Kakak-kakaknya tertawa dan mencemoohkannya.
“Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja saya akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu,” kata sang raja. Tak usang kemudian, raja pun pergi.
Selama sang raja pergi, para puteri semakin bandel dan malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan biar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti undangan para puteri yang rewel itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana.
Puteri Kuning sangat duka melihatnya alasannya taman yaitu kawasan kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap berkeras mengerjakannya. Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya menyapu, tertawa keras-keras. “Lihat sepertinya kita punya pelayan baru,” kata seorang diantaranya.
Puteri Kuning sangat duka melihatnya alasannya taman yaitu kawasan kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Puteri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daun-daun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Puteri Kuning tetap berkeras mengerjakannya. Kakak-kakak Puteri Kuning yang melihat adiknya menyapu, tertawa keras-keras. “Lihat sepertinya kita punya pelayan baru,” kata seorang diantaranya.
“Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Puteri Kuning membisu saja dan menyapu sampah-sampah itu. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang hingga Puteri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa mencicipi penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi banyak sekali perintah kakak-kakaknya.
“Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!” Kata Puteri Kuning dengan marah.
“Sudah ah, saya bosan. Kita mandi di danau saja!” ajak Puteri Nila. Mereka meninggalkan Puteri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, hingga ayah mereka pulang. Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan puterinya masih bermain di danau, sementara Puteri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih.
Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak bisa memberi apa-apa selain kalung kerikil hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!” kata sang raja. Raja memang sudah mencari-cari kalung kerikil kuning di banyak sekali negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya.
“Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, harmonis benar dengan bajuku yang berwarna kuning,” kata Puteri Kuning dengan lemah lembut. “Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah,” ucapnya lagi. Ketika Puteri Kuning sedang menciptakan teh, kakak-kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Puteri Kuning, apalagi menanyakan hadiahnya. Keesokan hari, Puteri Hijau melihat Puteri Kuning menggunakan kalung barunya. “Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, alasannya saya yaitu Puteri Hijau!” katanya dengan perasaan iri.
“Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu,” sahut Puteri Kuning. Mendengarnya, Puteri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari saudara-saudaranya dan menghasut mereka.
“Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarnya berbuat baik!” kata Puteri Hijau. Mereka kemudian setuju untuk merampas kalung itu. Tak usang kemudian, Puteri Kuning muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka, pukulan tersebut menjadikan Puteri Kuning meninggal.
“Astaga! Kita harus menguburnya!” seru Puteri Jingga. Mereka beramai-ramai mengusung Puteri Kuning, kemudian menguburnya di taman istana. Puteri Hijau ikut mengubur kalung kerikil hijau, alasannya ia tak menginginkannya lagi. Sewaktu raja mencari Puteri Kuning, tak ada yang tahu kemana puteri itu pergi. Kakak-kakaknya pun membisu seribu bahasa. Raja sangat marah. “Hai para pengawal! Cari dan temukanlah Puteri Kuning!” teriaknya.
Tentu saja tak ada yang bisa menemukannya. Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, tak ada yang berhasil mencarinya. Raja sangat sedih. “Aku ini ayah yang buruk,” katanya.” Biarlah anak-anakku kukirim ke kawasan jauh untuk mencar ilmu dan mengasah budi pekerti!” Maka ia pun mengirimkan puteri-puterinya untuk bersekolah di negeri yang jauh. Raja sendiri sering termenung-menung di taman istana, duka memikirkan Puteri Kuning yang hilang tak berbekas.
Suatu hari, tumbuhlah sebuah flora di atas kubur Puteri Kuning. Sang raja heran melihatnya. “Tanaman apakah ini? Batangnya bagaikan jubah puteri, daunnya lingkaran berkilau bagai kalung kerikil hijau, bunganya putih kekuningan dan sangat wangi! Tanaman ini mengingatkanku pada Puteri Kuning. Baiklah, kuberi nama ia Kemuning.!” kata raja dengan senang. Sejak itulah bunga kemuning mendapat namanya. Bahkan, bunga-bunga kemuning bisa digunakan untuk mengharumkan rambut. Batangnya digunakan untuk menciptakan kotak-kotak yang indah, sedangkan kulit kayunya dibentuk orang menjadi bedak. Setelah mati pun, Puteri Kuning masih menawarkan kebaikan.
--o0o--