Bertani Di Kota Bawah Tanah

Keajaiban Di Alam

Kota-kota modern terbentuk dikala jutaan insan berkumpul bersama. Manusia selalu mencicipi perlunya aturan dan aturan untuk menjamin ketentraman dan keamanan hidup mereka. Tanpanya, kedamaian hidup takkan mungkin terwujud.

Sisi lain ihwal kehidupan masyarakat modern yaitu sifat mementingkan diri sendiri. Setiap anggota masyarakat mempunyai tujuan dan rencana hidup sendiri. Kebanyakan mereka mendahulukan kepentingan pribadi sebelum yang lain. Kepentingan masyarakat dan orang lain selalu dinomorduakan. Sifat tercela ini mengakibatkan tragedi kemiskinan, kelaparan dan tuna wisma di seluruh dunia.

Marilah kita bayangkan sebuah kota besar, dengan ratusan ribu penduduk yang hidup di dalamnya. Namun, tak satu pun yang mementingkan diri sendiri. Sebaliknya, mereka senantiasa mendahulukan kepentingan masyarakat dan pihak lain. Bayangkan, setiap orang bekerja dengan pengorbanan diri luar biasa, tanpa sedikit pun harapan untuk didahulukan. Bayangkan, di kawasan ini tak pernah ada perselisihan. Masyarakat menyerupai ini mungkin di luar bayangan manusia. Namun masyarakat semacam ini benar-benar ada di bumi. Bahkan, mereka ada di mana-mana. Makhluk hidup dengan tatanan masyarakat menakjubkan menyerupai ini yaitu semut.

Semut hidup dalam koloni beranggotakan ratusan ribu, bahkan jutaan ekor. Setiap semut dalam koloni melakukan kewajiban masing-masing dengan sebaik-baiknya. Tak satu pun mempermasalahkan jabatan ataupun tugasnya. Yang utama yaitu kelangsungan hidup keseluruhan koloni di mana mereka tinggal. Untuk tujuan ini, tiap-tiap mereka rela mengorbankan nyawa bila perlu. Tak ditemui seekor semut pun yang kelaparan atau tak mempunyai kawasan tinggal. Ini alasannya yaitu di antara mereka terdapat kerjasama, keakraban, dan rasa mengembangkan yang besar. Setetes air pun dinikmati bersama. Makanan dikumpulkan dan disimpan di dalam sarang untuk dibagi dan dinikmati bersama. Benar-benar tidak ada sifat mementingkan diri sendiri dalam masyarakat semut. Tak satu pun yang diterlantarkan. Masing-masing menjadi pecahan dari sebuah tatanan raksasa. Masing-masing mencurahkan segenap pengabdiannya kepada pecahan yang dibebankan kepadanya. Dengan kehidupan dan tatanan masyarakat yang jauh lebih baik dari manusia, semut yaitu bukti kesempurnaan ciptaan Allah.

Teknologi budidaya jamur

Terdapat sejenis semut yang mempunyai kebiasaan memotong dedaunan. Sarang semut pemotong daun ini sanggup mencapai kedalaman 5 meter ke bawah tanah dengan lebar 7 meter. Mereka membangun ratusan lorong serta bilik di dalamnya, dan mengeruk serta mengangkut sampai sekitar 40 ton tanah. Arsitektur sarang mereka merupakan keajaiban tersendiri.

Semut tidak memakan dedaunan yang telah dipotongnya, alasannya yaitu mereka hanya memakan sejenis jamur tertentu. Lalu untuk apakah dedaunan tersebut jikalau bukan untuk dimakan? Jawabannya sungguh menarik. Mereka menggunakannya sebagai ‘bahan baku’ bercocok tanam. Mereka menumbuhkan jamur dengan ‘bahan baku’ daun tersebut.

Untuk tujuan ini, mereka menyiapkan ratusan lahan pertanian jamur di dalam sarang. Untuk menumbuhkan jamur, semut mengatur suhu, kelembaban dan ukuran lahan secara cermat. Ini layaknya rumah beling yang kita gunakan untuk bercocok tanam sepanjang tahun.

Para semut pekerja menyerahkan dedaunan yang dipotongnya kepada semut lain yang bekerja di ladang jamur. Semut yang menerimanya kemudian membersihkan dedaunan dari kuman penyakit sebelum digunakan. Ada alasan penting mengapa ini dilakukan. Masuknya jamur tak dikenal atau basil ke dalam sarang sanggup berakibat mematikan. Hal ini sanggup menyebarkan penyakit dalam koloni beranggotakan 500 ribu semut. Tapi Allah telah membuat perangkat istimewa yang melindungi mereka. Bahan bersifat anti-kuman (antibiotik) dihasilkan dari badan semut. Dengan cara ini, tak ada basil yang tertinggal pada daun.

Seperti halnya kita, semut ternyata juga membasmi bakteri. Obat antibiotik dibentuk di laboratorium untuk keperluan ini. Namun antibiotik yang dihasilkan semut jauh lebih ampuh, dan semut telah menggunakannya selama jutaan tahun. Tentu saja makhluk kecil ini tidak tahu-menahu ihwal basil dan zat antibiotik penghambat perberkembangbiakan bakteri. Allah-lah Pencipta perangkat tepat ini; dengannya, tak satu basil pun sanggup hidup dalam badan semut maupun di dalam sarangnya.

Seusai tahap pencucian kuman, semut kemudian memotong-motong daun beramai-ramai. Setelah pemotongan daun sampai ukuran yang lebih kecil, sekarang giliran semut paling mungil untuk memulai pekerjaannya. Semut ini hanya berukuran 2 milimeter, layaknya sebutir pasir. Mereka menghabiskan seluruh hidupnya di bilik kecil bawah tanah ini Mereka mengunyah dedaunan sampai menjadi bubur dan meratakannya ke lantai lahan pertanian, sebagai lahan subur kawasan menumbuhkan jamur. Lalu mereka menyemai jamur di atasnya.
Memanen untuk saudaranya

Dalam 24 jam, dedaunan tersebut kehilangan seluruh warna hijaunya. Hingga keesokan hari, seluruh permukaannya telah tertutupi jamur putih. Panen pun pribadi dimulai. Para semut yang memanen lebih mengutamakan rekan mereka daripada diri mereka sendiri. Mereka menunjukkan jamur yang mereka panen kepada semut pekerja. Semut pemanen menunjukkan cairan bergizi yang terkandung dalam jamur kepada semut pekerja yang bertugas di pecahan lain sarang Dengan cara ini, kebutuhan pakan seluruh semut sanggup terpenuhi, dari semut pemotong daun di luar sarang, sampai mereka yang membuat bubur daun.

Lima ratus ribu semut bekerja tanpa henti dengan keteraturan dan kerjasama sempurna. Setelah semua jamur habis dipanen, yang tertinggal hanyalah sisa dedaunan, dan ini perlu dibersihkan. Para pekerja membuang setiap serpihan kecil daun sampai tak tersisa lagi kotoran di bilik pertanian. Sisa-sisa daun dibuang cukup jauh dari sarang. Para pekerja keras ini tak mengenal istirahat ataupun keluh-kesah.

Inilah sekelumit fenomena kasatmata di dunia semut yang sepatutnya menjadi materi renungan kita, manusia, yang seringkali lebih banyak berpikir untuk diri sendiri. Fenomena yang membuka mata hati kita akan kehebatan Pencipta semut, Allah Yang Mahaperkasa.

1. Di dalam sarangnya, para semut pekerja yang berukuran sedikit lebih kecil memotong dedaunan menjadi serpihan yang lebih kecil.

2. Semut kelompok lainnya kemudian mengunyah serpihan-serpihan kecil daun ini menjadi bubur dan memupuknya dengan timbunan cairan tinja yang kaya enzim.

3. Semut-semut lain menghamparkan bubur daun yang subur tersebut di atas bantalan dedaunan kering yang terhampar di ruangan baru.

4. Semut-semut kelompok lain memindahkan butiran-butiran kecil jamur dari ruangan bekas pakai, dan menyemainya pada bubur daun. Serpihan jamur ini tumbuh merata di permukaan bubur daun layaknya butiran embun di hamparan rerumputan.

5. Kelompok semut kerdil berkerumun membersihkan dan menyiangi kebun jamur ini, dan akibatnya memanennya untuk disantap rekan-rekannya.




Insight Magazine edisi 6

--o0o--

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel