Keajaiban Laba-Laba
Juli 30, 2019
Edit
PRAKATA
“Dan Kami tidak membuat langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak membuat keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Adh-Dhukhaan, 44: 38-39)
Mungkin ada pembaca yang berpikir bahwa pokok bahasan situs ini tidak begitu menarik. Mereka mungkin beropini bahwa situs wacana serangga kecil tidak akan ada artinya bagi mereka. Lagi pula, kesibukan sehari-hari merintangi mereka untuk membaca situs semacam ini.
Pokok bahasannya memang laba-laba, namun yang terpenting yaitu hakikat kehidupan yang diungkapkan dan pesan yang dibawanya. Ibarat sebuah anak kunci… Sebagai benda yang berdiri sendiri, anak kunci sama sekali tidak lah penting. Jika Anda berikan kepada seseorang yang belum pernah melihatnya, dan tidak mengetahui kekerabatan antara anak kunci dan lubang-kunci, benda tersebut akan dianggapnya sebagai logam yang tak berarti dan tak berguna. Pada fungsi yang sebenarnya, bergantung pada apa yang ada di balik pintu, sebuah anak kunci bisa menjadi benda paling berharga di dunia.
Situs ini tidak ditulis semata-mata untuk membicarakan wacana laba-laba. Isi bahasannya akan dipakai sebagai "anak-kunci". Karena dengan anak kunci inilah pintu realitas akan terbuka. Di balik pintu ini, Anda akan menemukan kebenaran teragung di sepanjang hayat. Situs ini akan memperlihatkan betapa tidak berdasarnya teori evolusi yang dikemukakan oleh mereka yang ingin menyangkal kebenaran.
Situs ini juga memperlihatkan balasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan semenjak permulaan sejarah. Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan fundamental ibarat "Siapa saya ini?", "Bagaimana jagat raya dan saya diciptakan?", dan "Apa tujuan serta arti dari kehidupan ini?" merupakan realitas di balik pintu ini.
Jawabannya adalah: manusia, dan jagat raya yang dihuninya, diciptakan hingga ke cuilan yang terkecilnya oleh Sang Pencipta, dan mereka ada untuk memperlihatkan keberadaanNya serta untuk menyembahNya. Sang Pencipta itu, yang tak mempunyai cacat dan kelemahan sedikitpun serta tidak terbatas kekuasaanNya, yaitu Tuhan. Seperti telah dinyatakan dalam Al-Qur'an, alasan utama keberadaan insan yaitu biar memperhatikan tindak-lakunya [?] serta penciptaan jagat raya, dan senantiasa untuk mengabdi kepada Tuhan, Penguasa seluruh alam.
Untuk memahami hal ini perlu ikhtiar. Sebagiannya dengan melaksanakan pengamatan terhadap segala sesuatu yang ada, merenungkannya, dan berusaha menangkap pesan di dalamnya. Karena segala sesuatu yang ada, dan khususnya setiap mahluk hidup di alam, merupakan tanda keberadaan Tuhan dan menjadi saksi atas keberadaanNya.
Tuhan mengajak kita merenungkan ayat Qur'an berikut ini, yang disampaikanNya untuk memperlihatkan jalan yang benar kepada insan yang diciptakanNya:
Dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, dan perahu yang berlayar di lautan untuk kemaslahatan manusia, dan air yang dikirimkan Tuhan dari langit - yang dengannya dihidupkanNya bumi setelah mati (kering) dan disebarkanNya aneka macam jenis mahluk - dan angin serta awan yang bergerak dengan patuhnya ke aneka macam arah di antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda bagi mereka yang memakai akalnya. (Surat al-Baqarah: 164)
Jika diperhatikan, pernyataan ayat Qur'an di atas nampak sebagai insiden yang sangat biasa bagi kebanyakan orang. Pergantian malam dan siang, perahu yang terapung bukannya tenggelam, hujan yang memberi kehidupan kepada tanah, pergerakan angin dan awan… Manusia moderen beropini bahwa semuanya ini sanggup dijelaskan dengan sains dan dengan memakai budi mekanis. Karenanya, beliau beropini bahwa semuanya itu tidak mengherankan sedikitpun.
Namun demikian, sains hanya membahas kebenaran-kebenaran material semata, dan tak pernah bisa memperlihatkan balasan terhadap pertanyaan "Mengapa?". Kondisi jahiliyah yang menyebar alasannya yaitu dominasi tatanan sosial tak beragama lah yang menghalangi orang untuk memperhatikan ayat-ayat ini, serta untuk memahami makna lain di baliknya. Sungguh, Qur'an sendiri menyampaikan bahwa hakikat ayat-ayat tersebut hanya sanggup difahami oleh "orang-orang yang berpikir".
Bagi "orang yang berpikir", setiap cuilan alam merupakan sebuah tanda/ayat, atau dengan kata lain sebagai sebuah kunci bagi pintu kebenaran. Karena alam sanggup dibagi kedalam cuilan yang lebih kecil secara tak berhingga, maka jumlah pintu dan kunci pun menjadi tak berhingga pula. Namun membuka satu pintu saja terkadang cukup bagi seseorang untuk hingga kepada kebenaran.
Dengan hanya mengambil satu cuilan dari alam, misalnya, satu flora atau seekor hewan, akan membimbing pencari-kebenaran kepada pemahaman terhadap seluruh jagat raya.
Untuk alasan inilah Tuhan menyatakan di dalam Qur'an bahwa:
"Tuhan tidak malu untuk membuat perumpamaan dengan seekor nyamuk atau yang lebih rendah dari itu", alasannya yaitu "bagi mereka yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu yaitu kebenaran dari Tuhan mereka." (Surat Al-Baqarah:26)
Mahluk yang begitu kecil ibarat nyamuk, juga laba-laba, disebut-sebut dalam ayat-ayat Tuhan. Namun ibarat halnya terhadap nyamuk, orang-orang pada umumnya menganggap bahwa laba-laba bukan sesuatu hal yang penting. Hanya "orang-orang yang berpikir" saja yang sanggup melihat keajaiban yang disampaikan ayat-ayat ini.
Hewan-hewan kecil ini sanggup dilihat sebagai kunci, yang sanggup membuka pintu untuk melihat kesempurnaan ciptaan Tuhan. Situs ini akan menguraikan wacana karakteristik laba-laba yang menakjubkan dan luarbiasa, yang hanya diketahui oleh sedikit orang.
Dalam uraiannya, akan dibahas pula pertanyaan "bagaimana?" dan "mengapa?"-nya untuk menyingkap pintu kebenaran tersebut. Untuk alasan ini saja, situs ini menjadi lebih berarti dibanding kebanyakan situs yang telah anda baca. Karena bagi manusia, menjadi salah satu dari "orang-orang yang berpikir" yaitu lebih penting dibanding hal lainnya.
Dan Dia lah yang membuat segala yang di langit dan segala yang di bumi tunduk kepadamu. Itu semua dari Dia. Sungguh pada yang demikian itu terdapat gejala (kekuasan Tuhan) bagi orang-orang yang berpikir. (Surat Al-Jasiyah: 13)
Renungan
Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain dari pada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak membuat apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfa'atanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan. (QS. Al Furqan, 25: 3) !
Ada beratus-ratus spesies laba-laba di dunia. Hewan-hewan kecil ini terkadang nampak sebagai andal konstruksi yang bisa melaksanakan perhitungan untuk membangun sarangnya, terkadang sebagai desainer interior yang sedang membuat rencana-rencana rumit, dan di waktu yang lain sebagai andal kimia yang sedang membuat benang yang sangat berpengaruh dan fleksibel, racun yang mematikan, serta asam-asam pelarut, dan kadang sebagai pemburu yang memakai taktik-taktik yang sangat cerdik.
Meski begitu banyak karakteristik unggul yang dimilikinya, tak seorang pun dalam kesehariannya pernah memikirkan betapa khas-nya mahluk yang dinamai laba-laba ini. Karena anggapan sepele inilah tidak ada perasaan takjub terhadap keberadaan laba-laba, atau pun terhadap keberadaan mahluk kecil lainnya. Ini merupakan cara berpikir yang sungguh keliru. Karena kalau kita mulai mempelajari perihal laba-laba, juga mengenai sikap mahluk lainnya, contohnya dengan memperhatikan cara mereka berburu, berkembang-biak, dan mempertahankan diri, kita akan menjumpai karakteristik-karakteristik yang akan membuat kita terkagum-kagum.
Di alam ini, semua mahluk hidup mengambil pola-pola sikap yang membutuhkan kecerdasan biar bisa bertahan hidup. Pola-pola sikap ini, yang mendasari kecakapan, kepiawaian dan kemampuan-kemampuan perencanaan unggul mempunyai satu kesamaan. Masing-masing sikap ini mensyaratkan adanya kemampuan. Kecakapan yang hanya sanggup dikuasai insan dengan cara belajar, latihan ulang dan pengalaman ini, telah ada pada mahluk-mahluk hidup ini semenjak pertama kali mereka lahir.
Bagian selanjutnya dari situs ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab, yakni: bagaimana kemampuan-kemampuan tersebut timbul, dan bagaimana mahluk-mahluk hidup ini belajar. Mahluk yang beraksi dengan kecerdasan tinggi ini bisa berburu dengan perhitungan yang cermat, dan kalau perlu sanggup bertindak sebagai insinyur-insinyur kimia yang mengetahui material apa yang harus dihasilkan pada situasi tertentu. Dan ini sungguh telah membuat ilmuwan yang mempelajarinya terkagum-kagum.
Hal demikian ini bahkan membuat para ilmuwan evolusionis mengakui bahwa mahluk-mahluk hidup terpandai mempunyai karakteristik-karakteristik yang membutuhkan kecerdasan. Meskipun sebagai seorang evolusionis, ilmuwan Richard Dawkins dalam bukunya Climbing Mount Improbable menguraikan sikap laba-laba dengan ungkapan sebagai berikut:
Dalam perjalanan, kami kadang sempat memandangi jaring laba-laba - hasil karya berdaya guna yang dibentuk dengan kecerdasan tanpa sadar yang mengagumkan. (Richard Dawkins, Climbing Mount Improbable, W.W. Norton & Company,1996, p. 4.)
Dengan berkata demikian, gotong royong Dawkins dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan "bagaimana sikap cerdas tanpa sadar dari binatang ini timbul, dan apa sumbernya?"; pertanyaan-pertanyaan yang tidak sanggup dijelaskan oleh teori evolusi dengan cara apapun. Sungguh, pertanyaan ibarat "Bagaimana mahluk-mahluk hidup bisa mempunyai kecerdasan ini, dan bagaimana mereka mencar ilmu menerapkannya?", merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tak sanggup dijawab oleh para pembela teori evolusi secara terbuka dan pasti.
Sampai disini, argumen yang dipakai kaum evolusionis dalam menjawab pertanyaan wacana sikap cerdas (sadar) dari hewan-hewan sudah waktunya untuk diuji. Mari kita lakukan dengan menjelaskan arti dari istilah yang dipakai kaum evolusionis dalam pernyataan mereka.
Dalam perjuangan mencari balasan terhadap pertanyaan "bagaimana mahluk-mahluk hidup bisa mempunyai sikap bertujuan", kaum evolusionis memakai istilah "insting". Namun sama sekali tidak berhasil. Hal ini bisa dilihat dengan terang melalui pemahaman yang lebih dalam terhadap konsep "insting". Kaum evolusionis menyampaikan bahwa hewan-hewan terikat dengan hal-hal ibarat pembaktian, perencanaan, taktik-taktik atau sikap yang membutuhkan kemampuan-kemampuan khusus, yang memerlukan kesadaran dan kecerdasan berkat adanya "insting".
Namun tentu saja pernyataan demikian saja tidaklah cukup. Selain membuat pernyataaan tersebut, mereka juga harus memperlihatkan balasan terhadap pertanyaan ibarat bagaimana sikap ini pertama kali muncul, bagaimana hal ini diturunkan dari generasi ke generasi, dan bagaimana konsep "insting" bisa memperlihatkan kesadaran dan kecerdasan kepada mahluk-mahluk hidup.
Kaum evolusionis sama sekali tidak mempunyai balasan terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Seorang pakar ilmu genetika evolusionis, Rattray Taylor, menyampaikan hal berikut ini wacana insting:
Saat kami bertanya kepada diri sendiri bagaimana teladan sikap instingtif muncul pertama kali dan kemudian diwariskan secara tetap, kami tidak mendapat jawabannya. (Gordon Rattray Taylor, The Great Evolution Mystery, Harper and Row Publishers, 1983, p.222)
Evolusionis lain menyampaikan bahwa sikap mahluk-mahluk hidup tidak lah berlandaskan pada insting melainkan pada pemrograman genetika. Namun, dalam hal ini mereka harus menjelaskan siapa yang menuliskan aktivitas tersebut serta memasangkannya pada mahluk-mahluk hidup. Kaum evolusionis tidak bisa menjelaskannya. Sebagai sumber pelopor teori evolusi, Charles Darwin sendiri mengakui problem mereka dengan kata-kata berikut ini:
Kekaguman terhadap insting lebah yang bisa membuat sel-sel sarangnya mungkin dialami juga oleh para pembaca, sebagai hal pelik yang memadai untuk meruntuhkan teori saya secara keseluruhan. Charles Darwin, The Origin of Species: (A Facsimile of the First Edition, Harvard University Press, 1964, p. 233)
Kekuatan yang memberi mereka semua karakteristik ini, yang membuat sikap cerdas mereka dan yang membuat gerakan-gerakan bertujuan ini yaitu kekuatan Tuhan. Tuhan yaitu satu-satunya penguasa kecerdasan, yang sanggup kita saksikan dalam aneka macam mahluk hidup di alam dalam jumlah yang tidak terhitung. Tuhan lah yang mengilhami mahluk-mahluk hidup untuk melaksanakan apa yang mereka perbuat.
Mustahil sekali untuk menjelaskan sikap mahluk hidup manapun dengan memakai asas kebetulan, atau dengan prosedur lain atau dengan konsep lain yang menarik. Pernyataan-pernyataan semacam ini tidak lebih dari sebuah penipuan. Semua ini dinyatakan dalam salah satu ayat-ayatNya:
Katakanlah: 'Pernahkah engkau melihat sekutu-sekutumu yang kau seru selain Allah? Tunjukkanlah kepadaku cuilan dari bumi yang telah diciptakanNya; ataukah mereka mempunyai andil dalam penciptaan langit?' Adakah Kami memberi kepada mereka sebuah kitab sehingga mereka mendapat gejala yang terang yang sanggup diikutinya? Sama sekali tidak! Sungguh orang-orang yang zalim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebahagian lainnya selain tipuan belaka. (Surah Fatir:40)