Memaknai Arti Ka'bah
November 08, 2019
Edit
Terlebih dahulu harus mengerti apa Ka’bah itu sendiri, memang benar Ka’bah terbuat dari materil/benda dan berbentuk persegi empat yang didalamnya kosong, tidak ada apa-apanya. Adapun Hajar Aswad ada di pojokan luar Ka’bah, bukan ditengah-tengah ka’bah. Kemudian fungsi Ka’bah hanyalah sebagai arah hadap, lantaran itu kiblat artinya arah hadap, dan ruang yang ada didalamnya sanggup dipergunakan untuk daerah sholat.
Mungkin kita bertanya, kalau kita shalat didalam bilik/ruang Ka’bah tersebut kemana harus menghadap?, lantaran didalamnya/injakan tersebut sudah merupakan titik sentralnya kiblat yang merupakan asnya (titik pusat), maka arah sholat kemana saja diperbolehkan lantaran yang kita sembah yaitu Allah bukan ka’bah, namun secara etika lantaran kita masuk melalui pintu maka disarankan oleh nabi untuk membelakangi pintu itu sendiri kalau kita shalat.
Sesuai dengan firman-Nya:
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kau menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah 115)”
Karena yang kita sembah hanya Allah semata, apabila kita melaksanakan shalat di kendaraan, di pesawat maka kemanapun arahnya diperkenankan oleh Allah, dari sini saja sudah merupakan bukti bahwa kita bukan menyembah ka’bah.
Jadi kesimpulannya adalah fungsi Ka’bah hanyalah sebagai arah hadap/kiblat, karena Ka’bah artinya arah hadap.
1. Tahun 930 hingga 951 hajar aswad pernah hilang dicuri dan disembunyikan oleh kaum Syi’ah golongan Ismailiyah Qarmathi. Apakah dengan hilangnya kerikil itu lantas umat Islam jadi heboh dan tidak shalat lagi lantaran hajar aswad sudah tidak ada?. Meski hajar aswad pernah hilang, namun selama 21 tahun itu umat Islam tidak pernah libur shalat. Seandainya umat Islam itu shalat menyembah hajar aswad, maka selama 21 tahun itu mereka libur shalat, tapi nyatanya tidak juga, umat Islam tetap shalat menghadap kiblat, baik dengan ada kerikil ataupun tidak, lantaran esensi utamanya ialah mematuhi perintah Allah bukan menghadap dan menyembah batu.
2. Setelah hajar aswad itu berhasil ditemukan kembali, kerikil itu sudah tidak utuh lagi. Ada pecahan di sana sini, sehingga volumenya sudah mulai berkurang. Dan kerikil hitam yang ada hingga kini pun itu sudah paduan antara kerikil hitam yang orisinil dengan yang imitasi. Apakah umat Islam heboh lantaran itu? Jawabnya: Tidak pernah!, lantaran Tuhan yang disembah oleh umat Islam itu bukanlah kerikil tetapi Allah SWT. Batu boleh rusak dan hilang, tetapi Allah tetap ada dan awet hingga selama-lamanya. Inilah bukti bahwa Allah bukan batu, dan kerikil tidak sama dengan Allah.
3. Dahulu pada masa Rasulullah SAW, para shahabat naik dan berdiri di atas Ka’bah ketika mengumandangkan azan (panggilan shalat). Mereka melaksanakan itu lima kali sehari. Rasulullah tak pernah menegur maupun melarangnya. Jika Ka’bah yaitu Tuhan yang disembah oleh umat Islam, mana mungkin para shahabat ketika itu berani menginjak-injak Tuhannya?.
4. Sampai ketika ini, para petugas juga naik dan berdiri di atas Ka’bah ketika mengganti Kisywah (kain kelambu epilog Ka’bah). Ini juga bukti positif bahwa hingga ketika ini dan hingga kapan saja tak seorangpun umat Islam yang menyembah Ka’bah. Andaikata mereka menganggap Ka’bah sebagai Tuhan yang disembah, mana mungkin mereka berani naik keatas dan berdiri menginjak Ka’bah.
5. Ketika thawaf dengan menunggang seekor unta, rasulullah SAW pernah tidak mencium hajar Aswad, melainkan menyentuhnya dengan tongkat beliau. (HR. Bukhari juz 2 nomor 677). Jika Nabi pada waktu hidupnya menyembah hajar Aswad, mana mungkin dia berani menyentuh Tuhannya dengan sebuah tongkat sambil duduk di atas unta?. Teladan Nabi ini menandakan bahwa dia tidak menyembah hajar Aswad.
Menghadap Ka'bah ketika shalat, bukanlah berarti umat Islam menyembah Ka’bah tersebut. Mereka melaksanakan ini semata-mata menjalankan hukum ibadah yang diperintahkan oleh Tuhannya sesuai dangan firman-Nya pada Qs. Al-Baqarah 144 yang. Jadi, esensi/keberadan kiblat umat Islam ketika shalat bukan lantaran kerikil hitamnya, melainkan ketundukan dan kepasrahan kepada Tuhan.
Ketundukan ini pula yang telah dilakukan oleh sahabat Umar RA ketika berhaji. Dalam hadits shahih dikisahkan bahwa dia tiba mendekati Hajar Aswad (batu hitam) kemudian dia menciumnya dan berkata:
“Sesungguhnya saya tahu bahwa engkau ini kerikil yang tidak memperlihatkan mudharat dan tidak pula mendatangkan manfaat. Jika saya tidak melihat Rasulullah menciummu, maka saya tidak akan menciummu pula” (HR Bukhari dari Abis bin Rabi’ah RA).
Jadi kesimpulannya ..... MAU DITUDUH KA’BAH BEKAS KUIL HINDU KEK, ATAU DITUDUH KA’BAH BEKAS TEMPAT JIN BUANG ANAK SEKALIPUN. UMAT ISLAM TIDAK PEDULI, TOH YAMG DISEMBAH BUKAN HAJAR ASWAD YANG ADA DI DALAMNYA, SEPERTI ORANG HINDU MENYEMBAH PATUNG DEWA-DEWANYA.
INILAH BUKTI KESEMPURNAAN ISLAM, AGAMA MANAKAH SELAIN ISLAM YANG MEMPUNYAI KIBLAT DALAM BERIBADAH ???.
MEREKA SESUNGGUHNYA TIDAK MEMPUNYAI KIBLAT, BAIK KIBLAT IBADAH, KIBLAT SURI-TAULADAN, KIBLAT AJARAN, HUKUM DLL, MAKA PANTASLAH MEREKA MENJADI UMAT YANG KEBINGUNGAN…
Perkataan atau ucapan mereka ini didasari atas apa yang mereka lihat semata dimana kaum muslimin ketika sholat menghadap ke arah Ka’bah, kemudian mereka berkesimpulan : orang Islam menyembah Ka’bah.
Pada akibatnya kebenaran akan tiba juga, sebagai bukti beberapa era yang kemudian dan mungkin ketika ini masih banyak yang menyampaikan bahwa sebenarnya matahari terbit dari timur dan terbenam di barat, itulah yang namanya terpedaya akan ke egoannya lantaran menurut apa yang dilihatnya saja sehingga menyimpulkan menjadi suatu kebenaran, tetapi sehabis datangnya sain modern ternyata anggapan tersebut salah total, sebenarnya matahari tidak pernah mengenal terbit maupun terbenam, begitupun dengan “Sinar Bulan” yang seperti bulan memproduksi sinar, padahal sinar yang didapat lantaran adanya matahari, sesuai dengan sunatullah matahari dan planet-planet berjalan pada garis edarnya masing-masing sesuai yang dijabarkan dalam firman Allah pada Al-Qur’an (baca: “Teori Helicentrisme”), begitupun pandangan orang terhadap Ka’bah, tapi ketahuilah dengan perkembangan sain beberapa pakar telah menyimpulkan bahwa as atau titik pusat dari bumi terletak di Masjidil Haram (Ka’bah), kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.
Sesungguhnya umat Islam hanya menimbulkan Ka’bah sebagai arah hadap (kiblat) dalam menyembah Allah, bukan menyembah Ka’bah. Sebagaimana firman Allah Subhanallah Ta’ala :
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ
“Hendaklah mereka menyembah kepada Tuhan, Allah ta’ala, Tuhan Yang mempunyai Rumah ini, Yang mempunyai Ka’bah.” (QS. Quraisy : 3).
Sehingga sanggup dibayangkan andaikata umat Islam tidak punya arah/kiblat, maka bagaimana sholat jama’ah mereka ?, Imamnya ingin ke utara, makmumnya mungkin ada yang ingin ke selatan, ada yang ingin ke barat, sanggup acak-acakan sholat jama’ahnya, jadi supaya orang Islam berada di dalam satu kesatuan dengan persatuan yang besar lengan berkuasa ketika mereka menyembah Allah Subhanallah Ta’ala, sehingga Allah Subhanallah Ta’ala menetapkan kiblat, orang Islam menyembah ka’bah. Kenapa ? Karena orang Islam hanya menimbulkan ka’bah sebagai patokan arah.
Karena yang namanya patokan arah tidak akan tepat kalau tidak terlihat, maka dibangunlah oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il ka’bah sebagai pematok arah supaya orang melihat : ke arah sana yaitu ke arah Ka’bah semoga kaum muslimin seluruh dunia sanggup menyatukan arah.
Perlu juga diketahui, sebelum umat Islam shalat dengan menghadap ke arah ka’bah ibarat kini ini, lebih dahulu Allah Subhanallah Ta’ala memerintahkan ke arah Baitul Maqdis di Palestina. Makara umat Islam pada awal-awal Islam, diperintahkan menyembah Allah Subhanallah Ta’ala dengan menghadap kearah Baitul Maqdis yang ada di Palestina. Sampai akibatnya turun ayat akhir nabi Muhammad selalu dicemooh oleh orang-orang Yahudi kala itu: “Lihatlah orang-orang Islam, mereka mengikuti kiblat kami !” kata orang-orang Yahudi, hal ini dikarenakan orang Islam ketika awal-awal Islam sholatnya menghadap ke Yerussalem, yaitu: Baitul-Maqdis di Palestina, akhir dari cemoohan orang-orang Yahudi tersebut maka Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam selalu meminta kepada Allah berkali-kali : Ya Allah, Ya Allah, meminta semoga dipalingkan kiblatnya ke Ka’bah di Masjidil-Haram.
Logikanya, andaikata orang Islam, Rasulullah dan kaum muslimin menyembah Ka’bah, maka tidak perlu Rosulullah minta ijin kepada Allah dengan berdo’a, bahkan berkali-kali semoga sanggup dihadapkan ke Ka’bah di Masjidil Haram, sebagaimana yang penah dilakukan pada zaman Nabi Ibrohim dan Nabi Isma’il ‘alaihimas-salaam, akhirnya Allah SWT menurunkan ayat :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِيالسَّمَاءِ
“Kami sering melihatmu, kata Allah Subhanallah Ta’ala : Kami sering melihatmu membolak-balikkan wajahmu ke langit, ”
Apa makna dari: “Kami sering melihatmu hai Muhammad, membolak-balikkan wajahmu ke langit”, yaitu memohon kepada Allah. Ia berdo’a berkali-kali semoga sanggup dihadapkan ke Ka’bah di Masjidil Haram. Andaikata Rasul atau orang Islam menyembah ka’bah menyembah ka’bah, tidak perlu memohon kepada Allah semoga dipindahkan arah kiblatnya ke Ka’bah.
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
Artinya: “Maka kini hadapkanlah wajahmu ke arah mana, qiblat mana yang kau ridhoi.”
Sehingga, Allah kabulkan permohonan sang Nabi sehabis Nabi berulang-ulang memohon kepada Allah.
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِالْحَرَامِ
Artinya: “Maka kini hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
Allah memerintahkan kaum muslim untuk menghadapkan diri dalam beribadah kearah Masjidil Haram, dan Ingat bahwa Allah tidak pernah menyuruh umatnya untuk menyembah Ka’bah, hanya menghadap. Hadapkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram.
Jadi terbukti bahwa Ka’bah hanya sebagai arah hadap (kiblat) kaum muslim untuk menyembah Allah Subhanallah Ta’ala.
Bukti lain bahwa Ka’bah hanya sebagai arah hadap (kiblat) kaum muslim dalam beribadah ialah bahwa Rasulullah SAW dan para sahabatnya pernah melaksanakan ibadah sholat didalam Ka’bah.
Dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : Rasul masuk ke dalam Ka’bah, kemudian menimbulkan pintu Ka’bah di belakang punggungnya, yang artinya, berarti Hajar Aswad ada pula di belakang sebelah kiri beliau. Lantas dia sholat di dalam Ka’bah dengan menghadap ke arah mana dia menghadap, yaitu ke arah depan, yaitu sejarak 3 hasta dari depan, 3 hasta dari tembok depan, kemudian Rasulullah berhenti dan sholat di situ. Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat Nabi, mereka shalat di beberapa pojokan-pojokan Ka’bah dan bukan merupakan masalah, lantaran ke arah mana pun mereka menghadap/memalingkan muka ketika berada didalam Ka’bah, mereka adanya (tepat) di kiblatnya yang menjadi “as” dari kiblat tersebut, sehingga kemanapun mereka menghadap, tidak masalah.
Ka’bah yaitu ruang kosong, sehingga sholat didalam Ka’bah berarti ia sholat persis di arah “as”-nya Ka’bah. Ini menjadi dalil bahwasannya kaum muslimin tidakmenyembah Ka’bah, lantaran boleh saja orang Islam sholat di dalam Ka’bah sebagaimana yang sering dilakukan oleh Nabi dan shahabatnya.
Andaikata Ka’bah yaitu Tuhan, masak umat muslim masuk dan naik yang berarti di injak-injak Ka’bah tersebut. Begitu pula Rasulullah SAW melarang para shahabatnya kalau bersumpah dengan memakai perkataan : WAL-KA’BAH “Demi Ka’bah”. Rasul mengajarkan dengan sebutan “WA ROBBIL-KA’BAH “ yang artinya: Demi Tuhan Yang mempunyai Ka’bah !”, lantaran dilarang bersumpah dengan selain nama Allah.
Ka’bah merupakan kiblat, yaitu arah/patokan kaum muslimin menghadap dalam shalat. Perlu dicatat bahwa walaupun kaum muslimin menghadap Ka’bah dalam sholat, mereka tidak menyembah Ka’bah. Kaum muslimin hanya menyembah dan bersujud kepada Allah, baik ketika melaksanakan thawaf maupun mencium Hajar Aswad, itu semua dilakukan sebagai bentuk dari ketaatan dan kepatuhan kepada Allah semata yang di ajarkan oleh nabi ibarat juga yang dilakukan oleh para nabi sebelumnya sehingga diwariskan hingga kini dan seterusnya jadi kesimpulannya Allah-lah yang memerintahkan kita kaum muslim untuk menyembah-Nya dengan cara ibarat ini, yakni cara yang telah dilakukan oleh para nabi-nabi.
Islam menghendaki persatuan.
Ketika kaum muslimin hendak menunaikan sholat, sanggup jadi ada sebagian orang yang ingin menghadap ke utara, sedangkan yang lainnya ingin menghadap ke selatan, maka untuk menyatukannya diharapkan persatuan arah/kiblat maka kaum muslimin dimana pun berada diperintahkan hanya menghadap ke satu arah, yaitu Ka’bah. Kaum muslimin yang tinggal di sebelah barat Ka’bah, mereka sholat menghadap timur, dan begitupun sebaliknya
Tawaf keliling Ka’bah untuk memperlihatkan keesaan Allah.
Ketika kaum muslimin pergi ke Masjidil Haram di Mekah, mereka melaksanakan tawaf atau berkeliling Ka’bah. Perbuatan ini melambangkan keimanan dan peribadahan kepada satu Tuhan. Sama persis dengan bulat yang hanya punya satu pusat maka hanya Allah saja yang berhak disembah.
Berikut hadis pendukung bahwa Ka’bah hanya berfungsi sebagai arah kiblat dan pemersatu umat Islam :
1. Al-Barra’ menyampaikan bahwa ketika Nabi SAW. pertama kali tiba di Madinah, dia singgah pada kakek-kakeknya atau paman-pamannya dari kaum Anshar. Beliau melaksanakan shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis selama enam belas bulan atau tujuh belas bulan. Tetapi, dia bahagia kalau kiblatnya menghadap ke Baitullah. (Dan dalam satu riwayat disebutkan: dan dia ingin menghadap ke Ka’bah 1/104). Shalat yang pertama kali dia lakukan ialah shalat ashar, dan orang-orang pun mengikuti shalat beliau. Maka, keluarlah seorang pria yang telah selesai shalat bersama beliau, kemudian melewati orang-orang di masjid [dari kalangan Anshar masih shalat ashar dengan menghadap Baitul Maqdis] dan ketika itu mereka sedang ruku. Lalu pria itu berkata, “Aku bersaksi demi Allah, sebenarnya saya telah selesai melaksanakan shalat bersama Rasulullah saw dengan menghadap ke Mekah.” Maka, berputarlah mereka sebagaimana adanya itu menghadap ke arah Baitullah [sambil ruku 8/134], [sehingga mereka semua menghadap ke arah Baitullah]. Orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab suka kalau Rasulullah saw. shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis. Maka, ketika dia menghadapkan wajahnya ke arah Baitullah, mereka mengingkari hal itu, [lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat 144 surat al-Baqarah, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit.” Lalu, dia menghadap ke arah Ka’bah. Maka, berkatalah orang-orang yang bodoh, yaitu orang-orang Yahudi, “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah, “Kepunyaan Allahlah timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” 7/104]. [Dan orang-orang yang telah meninggal dunia dan terbunuh dengan masih menghadap kiblat sebelum dipindahkannya kiblat itu, maka kami tidak tahu apa yang harus kami katakan wacana mereka, kemudian Allah menurunkan ayat, “Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” (Surat al-Baqarah – 143)].
2. Abdullah bin Umar berkata, “Pada waktu orang-orang sedang melaksanakan shalat subuh di Quba’, tiba-tiba mereka didatangi seseorang (untuk memberikan berita). Orang itu berkata, ‘Sesungguhnya, malam tadi telah diturunkan kepada Rasulullah saw. Al-Qur’an (yakni wahyu). Beliau diperintahkan shalat menghadap ke Kabah. [Maka ingatlah, menghadaplah kalian ke Kabah! 5/152].’ Mereka kemudian menghadap ke Ka’bah, padahal waktu itu wajah mereka sedang menghadap ke Syam. Mereka kemudian menghadapkan wajahnya ke Ka’bah.
Akhir kata, semoga Tulisan ini sanggup bermanfaat bagi kita semua yang Insya Allah semakin menambah tingkat iman dan taqwa kita kepada Allah Subhanallah Ta’ala, lantaran kepada-Nyalah kelak kita akan kembali. Amin Ya Robbal ‘Alamin …….!
---0o0---