Puteri Pukes
Agustus 08, 2019
Edit
Inilah Puteri Pukes yang telah jadi batu
Cerita Rakyat: berasal dari tempat Gayo, Aceh Tengah
Putri Pukes merupakan nama seorang gadis kesayangan dan anak satu-satunya yang berasal dari sebuah keluarga di Kampung Nosar, Kecamatan Bintang, Aceh Tengah.
Suatu hari dia, dijodohkan dengan seorang laki-laki yang berasal dari Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama Kabupaten Aceh Tengah (sekarang Kabupaten Bener Meriah). Pernikahan pun dilaksanakan, menurut budpekerti setempat.
Mempelai perempuan harus tinggal dan menetap di tempat mempelai pria. Setelah resepsi ijab kabul di rumah mempelai perempuan selesai, selanjutnya kedua mempelai diantar menuju tempat tinggal pria. Pihak mempelai perempuan diantar yang dalam bahasa gayo disebut ‘munenes’ ke rumah pihak laki-laki ke Kampung Simpang Tiga Bener Meriah.
Sumur Pukes di Gayo Aceh-Tengah
Pada program ‘munenes’ pihak keluarga mempelai perempuan dibekali sejumlah peralatan rumah tangga ibarat kuali, kendi, lesung, alu, piring, periuk dan sejumlah perlengkapan rumah tangga lainnya. Adat ‘munenes’ biasanya dilakukan pada program perkawinan yang dilaksanakan dengan sistem ‘juelen’, dimana pihak perempuan tidak berhak lagi kembali ke tempat orangtuanya.
Berbeda dengan sistem ‘kuso kini’ (kesana kemari) atau ‘angkap’. Kuso kini, pihak perempuan berhak tinggal di mana saja, sesuai akad dengan suami.
Sementara sistem ‘angkap’, yaitu kebalikan dari ‘juelen’, pada sistem perkawinan ini, pihak lelaki diwajibkan tinggal bersama keluarga pihak wanita, disebabkan pihak perempuan yang mengadakan lamaran terlebih dahulu.
Pernikahan ini juga disebabkan beberapa hal antara lain, mempelai laki-laki sebelumnya meminta atau mengemis kepada wali mempelai perempuan untuk dinikahkan dengan putrinya, dengan alasan sangat mencintainya. Sehingga sebagai persyaratannya, pihak laki-laki harus tinggal bersama keluarga mempelai wanita.
kendi-kendi yang melekat pada dinding gua
Disinilah detik-detik terjadinya kejadian sehingga nama Putri Pukes populer hingga sekarang, dikala akan melepas Putri Pukes dengan iringan-iringan pengantin, ibu Putri Pukes berpesan kepada putrinya yang sudah menjadi istri sah mempelai pria.
“Nak…sebelum kau melewati tempat Pukes yaitu tempat rawa-rawa,
(Sekarang menjadi Danau Laut Tawar),Kamu jangan penah melihat ke belakang,” kata ibu Putri Pukes.
Sang putri pun berjalan sambil menangis dan menghapus air matanya yang keluar terus menerus. Karena tidak mampu menahan rasa sedih, menciptakan putri lupa dengan pantangan yang disampaikan oleh ibunya tadi.
Secara tak sengaja putri menoleh ke belakang, dengan tiba-tiba putri pukes eksklusif bermetamorfosis kerikil ibarat seolah-olah yang kini kita jumpai di dalam Gua Putri Pukes. Apakah itu hanya mitos atau memang benar-benar terjadi, tetapi warga setempat percaya jikalau kisah Putri Pukes itu benar ada.
Puteri Pukes Makara Batu
Kerangka Manusia Purba
Beberapa tahun yang kemudian tepatnya maret 2009 Tim Arkeologi dari Medan Sumatera yang melaksanakan penelitian situs sejarah di Takengon, Aceh Tengah menemukan kerangka insan purba yang diperkirakan berusia 3.500 tahun di Gua Putri Pukes.
Tim Arkeologi tersebut terdiri dari 15 orang itu beranggotakan Lucas Partanda Koestoro, DEA, Dra. Nenggih Susilowati, Defri Elias Simatupang, SS, Stanov Purnawibowo, SS, Taufiqurahman, SS, Dra. Suriatani Supriyadi, Suhadi S. Sos, Dra. Jufrida, Dekson, Masdar, Pesta H. H. Siahaan, Briska, Umi N. Syahra, Sopingi Silalahi dan ketua Tim Ketut Wiradnyana.
Menurut Ketut pada waktu itu, kerangka itu terdiri dari tulang paha dan sejumlah peralatan milik insan purba ibarat kapak kerikil dan lempengan gerabah, dikala menemukan kerangka berupa tulang belakang paha kaki dan pinggul ditemukan dalam posisi tertindih batu.
Saat melaksanakan penelitian beberapa tahun kemudian itu, Ketut menjelaskan, komunitas orang-orang purba di situs ini memiliki kebiasaan mengebumikan mayit dengan menindihkan kerikil diatasnya untuk menghindari mayit tidak dimakan hewan buas.
--o0o--