Kelembutan Di Balik Keganasan

Di sungai Nil, hiduplah buaya Nil. Buaya yaitu salah satu hewan paling buas di dunia. Namun tahukah Anda, buaya ternyata juga merupakan induk yang paling penyayang di muka bumi.

Buaya betina mengubur telur-telurnya di dalam pasir yang terhampar di sepanjang tepian sungai. Ketika dikala menetas tiba, sang induk betina dengan sangat hati-hati menggali pasir yang menimbun telur-telurnya. Ia begitu hati-hati melakukannya supaya tidak hingga merusak telurnya. Telur-telur akan segera menetas segera sehabis pasir di atasnya dipindahkan, dan bayi-bayi buaya yang mungil pun segera bermunculan.

Pada dikala ini, hal sangat mengejutkan pun terjadi. Sang induk membuka rahangnya yang besar dan bergigi tajam, dan memasukkan bayi-bayinya ke dalam mulutnya. Ilmuwan pertama yang menyaksikan hal ini menduga bahwa sang induk buaya sedang memakan anak-anaknya. Namun apa yang bergotong-royong terjadi sangat berbeda.

Tempat paling kondusif di darat bagi bayi-bayi tersebut yaitu verbal induknya. Dengan perlahan dan sangat hati-hati, sang induk memasukkan bayi-bayinya satu persatu ke dalam mulutnya. Bayi-bayi yang gres menetas ini benar-benar meminta untuk dimasukkan ke dalam verbal induknya. 

Sang induk juga memasukkan telur yang belum menetas ke dalam mulutnya. Mulut sang induk kemudian menekan secukupnya untuk meretakkan telur tersebut, sehingga memudahkan sang bayi keluar dari cangkang telur.


Meski tubuhnya besar dan tampak liar, induk betina buaya menawarkan kasih sayang dan perhatian sangat besar terhadap anak-anaknya. Ia menyediakan kantung khusus di dalam mulutnya sebagai kawasan berlindung yang kondusif bagi bayi-bayinya yang masih lemah.

Saat gres saja menetas, bayi buaya sangatlah lemah sehingga memerlukan kasih sayang dan perhatian besar dari sang induk.
Gigi-gigi yang runcing dan tajam pada buaya bisa mengoyak banteng atau rusa. Cengkeraman yang dihasilkan gigi buaya di dikala menggigit mangsanya sungguh amat kuat. Namun ia bersikap begitu lembut dan hati-hati ketika memasukkan anak-anaknya ke dalam rahang sehingga gigi-gigi tersebut tidak hingga membahayakan mereka.

Sekali mulutnya telah dipenuhi bayi-bayi buaya, sang induk pun kembali turun menuju ke sungai. Ia menuju tepian yang dangkal dan kondusif yang telah ia pilih. Ia kemudian dengan sangat hati-hati membuka mulutnya dan menggoyang-goyangkan kepalanya. Dengan perlahan, ia menurunkan bayi-bayi dan telur yang belum menetas ke dalam air. Dengan segera, sungai pun dipenuhi oleh buaya-buaya mungil.

Begitulah, di dikala telur-telurnya menetas, hewan sebuas dan seganas buaya berkembang menjadi induk yang penuh kasih sayang dan perhatian terhadap bayi-bayinya. Bayi-bayi buaya berada dalam dukungan induknya di sepanjang waktu.

Demikianlah, jikalau kita perhatikan dan teliti dengan seksama fakta-fakta yang ada di alam, akan kita saksikan bahwa alam kehidupan tidak hanya berisi pertarungan dan perselisihan di antara para satwa. Kebanyakan makhluk hidup tidak bertingkah laris kejam dan mementingkan diri sendiri. 

Sebaliknya, banyak makhluk hidup yang memperlihatkan kesetiaan tinggi di antara sesama mereka. Mereka menghadapi banyak kesulitan besar untuk membesarkan belum dewasa mereka. Mereka mendapatkan segala macam ancaman supaya sanggup melindungi anak-anaknya, walau terkadang harus mengorbankan nyawanya sendiri.


Ini alasannya yaitu makhluk hidup tidaklah muncul menjadi ada alasannya yaitu bencana alamiah belaka, sebagaimana yang dinyatakan teori evolusi yang menolak tugas penciptaan sengaja. Allah telah membuat semua makhluk hidup di bumi, dan mengilhami mereka perasaan cinta, kasih sayang dan pengorbanan yang takkan pernah sanggup dijelaskan dengan klarifikasi evolusi. 


Insight Magazine 7

--o0o--

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel