Mengenal Sosok Salahuddin Ayyubi Sebagai Sang Jenderal Muslim Dalam Perang Salib Kedua

Salahuddin Ayyubi
Salahuddin Ayyubi
Masa Kekuasaan 1174 M. – 4 Maret-1193 M.
Dinobatkan
1174 M
Nama Lengkap Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi
Pemakaman Masjid Umayyah, Damaskus, Syria
Pendahulu Nuruddin Zengi
Pengganti Al-Aziz
Dinasti Ayyubiyyah
Ayah Najmuddin Ayyub
Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi (1138 - 4 Maret 1193) ialah seorang jenderal dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit (daerah utara Irak ketika ini). Ia mendirikan Dinasti Ayyubiyyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekkah Hejaz dan Diyar Bakr.

Ia lebih dikenal dengan nama julukannya yaitu, Salahuddin Ayyubi/Saladin/Salah ad-Din.

Salahuddin populer di dunia Muslim dan Nasrani lantaran kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang ksatria dan pengampun pada ketika ia berperang melawan tentara salib. Sultan Salahuddin Al Ayyubi juga ialah seorang ulama. Ia mengatakan catatan kaki dan aneka macam macam klarifikasi dalam kitab hadits Abu Dawud.

Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya erat Danau Fan dan pindah ke tempat Tikrit (Irak).

Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu erat Raja Suriah Nuruddin Mahmud.

Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Pada tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi seorang wazir (konselor).

Di sana, beliau mewarisi peranan sulit mempertahankan Mesir melawan penyerbuan dari Kerajaan Latin Jerusalem di bawah pimpinan Amalrik I. Posisi ia awalnya menegangkan. Tidak ada seorangpun menyangka beliau bisa bertahan usang di Mesir yang pada ketika itu banyak mengalami perubahan pemerintahan di beberapa tahun belakangan oleh lantaran silsilah panjang anak khalifah menerima perlawanan dari wazirnya.

Sebagai pemimpin dari prajurit absurd Syria, beliau juga tidak mempunyai kontrol dari Prajurit Shiah Mesir, yang dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui atau seorang Khalifah yang lemah berjulukan Al-Adid. Ketika sang Khalifah meninggal bulan September 1171, Saladin menerima pengumuman Imam dengan nama Al-Mustadi, kaum Sunni, dan yang paling penting, Abbasid Khalifah di Baghdad, ketika upacara sebelum Salat Jumat, dan kekuatan kewenangan dengan gampang memecat garis keturunan lama. Sekarang Saladin menguasai Mesir, tetapi secara resmi bertindak sebagai wakil dari Nuruddin, yang sesuai dengan susila kebiasaan mengenal Khalifah dari Abbasid. Saladin merevitalisasi perekonomian Mesir, mengorganisir ulang kekuatan militer, dan mengikuti hikmah ayahnya, menghindari konflik apapun dengan Nuruddin, tuannya yang resmi, setelah beliau menjadi pemimpin orisinil Mesir.

Dia menunggu hingga maut Nuruddin sebelum memulai beberapa tindakan militer yang serius: Pertama melawan wilayah Muslim yang lebih kecil, kemudian mengarahkan mereka melawan para prajurit salib.

Dengan maut Nuruddin (1174) beliau mendapatkan gelar Sultan di Mesir. Disana dia memproklamasikan kemerdekaan dari kaum Seljuk, dan beliau terbukti sebagai penemu dari dinasti Ayyubid dan mengembalikan aliran Sunni ke Mesir. Dia memperlebar wilayah beliau ke sebelah barat di maghreb, dan ketika paman beliau pergi ke Nil untuk mendamaikan beberapa pemberontakan dari bekas pendukung Fatimid, beliau kemudian melanjutkan ke Laut Merah untuk menaklukan Yaman. Dia juga disebut waliullah yang artinya sobat Allah bagi kaum muslim Sunni.

Tahun 559-564 H/ 1164-1168 M. Sejak itu Asaduddin, pamannya diangkat menjadi Perdana Menteri Khilafah Fathimiyah. Setelah pamannya meninggal, jabatan Perdana Menteri dipercayakan Khalifah kepada Shalahuddin Al-Ayyubi.

 ialah seorang jenderal dan pejuang muslim Kurdi dari Tikrit  Mengenal Sosok Salahuddin Ayyubi Sebagai Sang Jenderal Muslim Dalam Perang Salib Kedua
Timur Tengah (1190 M.). Wilayah kekuasaan Shalahuddin (warna merah); Wilayah yang direbut kembali dari pasukan salib 1187-1189 (warna merah muda). Warna hijau terang menerangkan wilayah pasukan salib yang masih bertahan hingga meninggalnya Shalahuddin.
Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil mematahkan serangan Tentara Salib dan pasukan Romawi Bizantium yang melancarkan Perang Salib kedua terhadap Mesir. Sultan Nuruddin memerintahkan Shalahuddin mengambil kekuasaan dari tangan Khilafah Fathimiyah dan mengembalikan kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad mulai tahun 567 H/1171 M (September).

Setelah Khalifah Al-'Adid, khalifah Fathimiyah terakhir meninggal maka kekuasaan sepenuhnya di tangan Shalahuddin Al-Ayyubi.
Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan kepada puteranya yang masih kecil Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Di bawah seorang wali terjadi kudeta di antara putera-putera Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nurruddin menjadi terpecah-pecah.

Shalahuddin Al-Ayyubi pergi ke Damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia menerima perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak menginginkan persatuan. Akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas daerahnya hingga Mousul, Irak cuilan utara.

Di kemudian hari Saladin menjadi wazir pada 1169, dan mendapatkan kiprah sulit mempertahankan Mesir dari serangan Raja Latin Yerusalem, khususnya Amalric I. Kedudukannya cukup sulit pada awalnya, sedikit orang yang beranggapan ia akan berada cukup usang di Mesir mengingat sebelumnya telah banyak terjadi pergantian pergantian kekuasaan dalam beberapa tahun terakhir disebabkan bentrok yang terjadi antar bawah umur Kalifah untuk posisi wazir. Sebagai pemimpin dari pasukan absurd Suriah, beliau juga tidak mempunyai kekuasaan atas pasukan Syi'ah Mesir yang masih berada di bawah Khalifah yang lemah, Al-Adid.

Dunia mengenalnya sebagai salah satu tokoh pemimpin terbesar yang pernah ada. Ia sangat dikenal oleh umat islam di dunia dan juga populer di barat yang merupakan salah satu tokoh terbesar dalam Perang Salib kedua. Namanya dikenal luas takkala ia sanggup menaklukkan kerajaan Jerusalem yang ketika itu dipimpin oleh Guy The Lusignan Raja Jerusalem.


Menaklukkan Jerusalem

Dalam menumbuhkan wilayah kekuasaannya Salahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader (Tentara Salib) dari Eropa, terkecuali satu hal yang tercatat ialah Salahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of Montgisard melawan Kingdom of Jerusalem (kerajaan singkat di Jerusalem selama Perang Salib) yang ketika tu dipimpin oleh Baldwin IV lantaran kesepakatan antara dua belah pihak.

Mundurnya Salahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Châtillon pimpinan perang dari The Holy Land Jerusalem memrovokasi muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur Laut Merah yang dipakai sebagai jalur jamaah haji ke Makkah dan Madinah.

Lebih jelek lagi Raynald yang ketika itu didukung oleh Guy of Lusignan yang merupakan raja jerusalem yang gres menggantikan Baldwin IV yang meninggal jawaban lepra mengancam menyerang dua kota suci tersebut, hingga kesudahannya Salahuddin menyerang kembali Kingdom of Jerusalem pada tanggal 4 juli 1187 pada perang yang populer dengann nama 'Battle of Hattin'.

Pada pertempuran tersebut, pasukan islam yang dipimpin eksklusif oleh Salahuddin Al Ayyubi sanggup membumi hanguskan tentara salib yang ketika itu dipimpin oleh Guy of Lusignan sekaligus mengeksekusi mati Raynald of Châtillon dan kemudian menangkap rajanya, Guy of Lusignan.

Setelah insiden tersebut, Salahuddin al Ayyubi kemudian bergerak dengan cepat untuk menguasai daerah-daerah disekitar kerajaan jerusalem. Beberapa bulan kemudian ia berhasil mengusai daerah-daerah tersebut, Salahuddin yang kesudahannya mencapai kerajaan jerusalem pada bulan september 1187 kemudian melaksanakan pengepungan kerajaan yerusalem yang ketika itu dipimpin oleh Balian of Ibelin.

Serangan pertama ke tembok pertahanan Kerajaan jerusalem dilakukan pada tanggal 21 september 1187 oleh pasukan Salahuddin Al Ayyubi. Selama 12 hari, kerajaan yerusalem yang dikomando oleh Balian of Ibelin bertahan mati-matian oleh serangan pasukan islam.

Hingga kesudahannya pada tanggal 2 oktober 1187, kerajaan Jerusalem kesudahannya menyerah. Setelah sekian usang seluruh Jerusalem kembali ke tangan muslim dan Kingdom of Jerusalem pun runtuh. Kisah penaklukan kerajaan Yerusalem oleh Salahuddin Al Ayyubi sanggup pembaca lihat di film yang berjudul 'Kingdom of Heaven'.

Jatuhnya Jerusalem ini menjadi pemicu Nasrani Eropa menggerakkan Perang Salib Ketiga atau Third Crusade. Perang Salib Ketiga ini menurunkan Raja Richard dari Inggris ke medan perang di Battle of Arsuf.

Shalahuddin pun terpaksa mundur, dan untuk pertama kalinya Crusader merasa bisa menjungkalkan invincibilty Salahuddin. Dalam kemiliteran Sholahuddin dikagumi ketika Richard cedera, Shalahuddin memperlihatkan pengobatan di ketika perang di mana pada ketika itu ilmu kedokteran kaum Muslim sudah maju dan dipercaya.

Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Richard setuju dalam perjanjian Ramla, di mana Jerusalem tetap dikuasai Muslim dan terbuka kepada para peziarah Kristen. Setahun berikutnya Shalahuddin meninggal dunia di Damaskus setelah Richard kembali ke Inggris. Bahkan ketika rakyat membuka peti hartanya ternyata hartanya tak cukup untuk biaya pemakamannya, hartanya banyak dibagikan kepada mereka yang membutuhkannya.

Selain dikagumi Muslim, Shalahuddin atau Saladin/salahadin menerima reputasi besar di kaum Nasrani Eropa, kisah perang dan kepemimpinannya banyak ditulis dalam karya puisi dan sastra Eropa, salah satunya ialah The Talisman (1825) karya Walter Scott.

Masa kemudian memang tidak gampang pergi meskipun kita ibarat tak ingin menengoknya. Bahkan di salah satu tembok Masjid Umayyah yang dulu ialah Katedral Yahya Pembaptis yang dipermak jadi masjid yang indah di tahun 700-an itu, seorang sejarawan masih menemukan sisa inskripsi ini: "Kerajaan-Mu, ya, Kristus, ialah kerajaan abadi...."

Tapi bila masa kemudian tak gampang pergi, dari cuilan manakah dari Saladin yang akan tiba kepada kita kini? Dari ruang makamnya yang kusam, mitos apa yang akan kita teruskan? Kisah Saladin ialah kisah peperangan. Dari zamannya kita dengar kisah dahsyat bagaimana agama-agama telah memperlihatkan kemampuannya untuk memberi inspirasi keberanian dan ide pengorbanan - yang kalau perlu dalam bentuk pembunuhan.

Tapi sebagian besar kisah Saladin - yang tersebar baik di Barat maupun di Timur dari sejarah Perang Salib yang panjang di kurun ke- 12 itu - ialah juga kisah wacana seorang yang pemberani dalam pertempuran, yang sesungguhnya tak ingin menumpahkan darah. Saladin merebut Jerusalem kembali di animo panas 1187. Tapi menjelang serbuan, ia beri kesempatan penguasa Nasrani kota itu untuk menyiapkan diri supaya mereka bisa melawan pasukannya dengan terhormat.

Dan ketika pasukan Nasrani itu kesudahannya kalah juga, yang dilakukan Saladin bukanlah menjadikan penduduk Nasrani budak-budak. Saladin malah membebaskan sebagian besar mereka, tanpa dendam, meskipun dulu, di tahun 1099, ketika pasukan Perang Salib dari Eropa merebut Jerusalem, 70 ribu orang muslim kota itu dibantai dan sisa-sisa orang Yahudi digiring ke sinagog untuk dibakar.

 "....Anakku," konon begitulah pesan Sultan itu kepada anaknya, az-Zahir, menjelang wafat, "...Jangan tumpahkan darah... lantaran darah yang terpercik tak akan tertidur."

Dalam hidupnya yang cuma 55 tahun, ikhtiar itulah yang sepertinya dilakukan Saladin. Meskipun tak selamanya ia tanpa cacat, meskipun ia tak jarang memerintahkan pembunuhan, kita toh tahu, bagaimana pemimpin pasukan Islam itu bersikap baik kepada Raja Richard Berhati Singa yang tiba dari Inggris untuk mengalahkannya.

Ketika Richard sakit dalam pertempuran, Saladin mengiriminya buah pir yang segar hirau taacuh dalam salju, dan juga seorang dokter. Lalu perdamaian pun ditandatangani, 1 September 1192, dan pesta diadakan dengan pelbagai pertandingan, dan orang Eropa takjub bagaimana agama Islam bisa melahirkan orang sebaik itu.

Kita kini juga mungkin takjub bagaimana masa kemudian bisa melahirkan orang sebaik itu. Terutama ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa yang gagah berani dari kurun ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan tenang dari sebuah zaman yang penuh peperangan. Tapi pentingkah sesungguhnya masa silam?

Dari makam telantar orang Kurdi yang besar itu, suatu hari di tahun 1970-an, saya kembali ke sentra Damaskus, lewat lorong pameran yang sibuk di depan Masjid Umayyah. Kota itu riuh, keriuhan yang mungkin tanpa sejarah.


Sumber:
Buku Tentang Salahuddin Al Ayyubi



--0o0--

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel