Pengembaraan Salman Al Farisi Mencari Cahaya Kebenaran
Mei 02, 2019
Edit
Salman Al Farisi dikenal salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW sebagai aktivis menciptakan parit untuk taktik demi mempertahankan kota Madinah dari gempuran tentara Yahudi pada ketika Perang Khandaq yang selanjutnya taktik ini banyak ditiru oleh dunia kemeliteran banyak sekali negara hingga kini, sebagai penghargaan akan kepahlawanannya terhadap Islam namanya banyak diabadikan di dunia Islam salah satunya Institut Teknologi Bandung menamakan masjidnya dengan Masjid Salman ITB yang tentunya berdiri atas dukungan dan restu dari Presiden RI pertama Ir. Soekarno pada era 1960-an sekaligus yang menamakannya. Ia berasal dari Persia (Iran) dengan nama lahir Ruzbeh. Pada masa kanak-kanak, ia ialah seorang penganut pemikiran Majusi (Zoroaster). Salman pada masa sampaumur pernah menjadi pembantu agama Katolik dan pergi ke Suriah menjadi murid seorang pendeta Kristen. Ia tinggal di Suriah, Mausul dan Nashibin. Ketika ia mendengar ramalan seorang pendeta Nasrani yang mengabarkan wacana adanya seorang Nabi yang akan muncul di Arab Saudi, maka ia pun pergi ke Hijaz. Namun ia ditangkap dan ditawan oleh Kabilah Bani Kalb kemudian dijadikan budak dan dijual kepada seorang pria dari Bani Quraidhah dan bersamanya, Salman dibawa ke Madinah. Di Madinah, Salman melihat Nabi Muhammad Saw dan beriman kepadanya. Nabi membeli Salman dari tuannya dan ia pun merdeka dan berganti nama menjadi Salman Al Farisi, sedangkan nama belakang Al Farisi menjelaskan Ia seorang yang berasal dari Persia.
Dilahirkan dari seorang ayah yang berjulukan Khusyfudan di desa Jai di Isfahan, Iran. Semangat Salman dalam mencari kebenaran akan agama yang lebih baik sehingga pencaharian pun membutuhkan perjalanan yang panjang.
Dikisahkan oleh Abdullah bin Abbas Radhiallaahu wacana biografinya ialah sebagai berikut:
Beliau seorang lelaki Persia dari Isfahan, warga suatu desa berjulukan Jai. Ayahnya ialah seorang tokoh masyarakat yang mengerti pertanian. Beliau paling disayangi oleh ayahnya. Karena sangat sayangnya sampai-sampai dia tidak diperbolehkan keluar rumah, dan diminta senantiasa berada di samping perapian, bagaikan seorang budak saja.
Beliau dilahirkan dan membaktikan diri di lingkungan Majusi (Zoroaster) yang ditugasi oleh sang Ayah untuk senantiasa sebagai penjaga api yang bertanggung jawab atas nyalanya api dan tidak membiarkannya padam.
Ayahnya mempunyai tanah perahan yang luas. Pada suatu hari Ayahnya sibuk mengurus bangunan. Sang Ayah berkata kepadanya, ‘Wahai anakku, hari ini saya sibuk di bangunan, saya tidak sempat mengurus tanah, cobalah engkau pergi ke sana!’ Ayahnya menyuruhnya untuk sanggup melaksanakan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan.
Beliau menunaikan pesan dan keluar menuju tanah milik ayahnya. Dalam perjalanan, dia melewati salah satu gereja Nasrani dan mendengar bunyi mereka yang sedang beribadah. Beliau sendiri tidak mengerti dan selalu bertanya-tanya dalam hati mengapa ayahnya mengharuskannya tinggal di dalam rumah saja dan melarangnya keluar rumah.
Kesempatan tersebut dimanfaatkannya untuk mencoba masuk ke dalam gereja semoga mengetahui apa yang sedang mereka lakukan.
Begitu dia melihat mereka, dia kagum dengan ibadah mereka, dan dia ingin mengetahui peribadatannya sedetail mungkin. Sampai-sampai dia berkata dalam hati, ‘Demi Allah, ini lebih baik dari agama yang kami anut selama ini’
Sehingga dia pun tidak beranjak dari mereka hingga matahari terbenam dan tidak jadi pergi ke tanah milik ayahnya. Dan akibatnya dia memberanikan diri untuk bertanya kepada mereka, ‘Dari mana asal permintaan agama ini?’ Mereka menjawab, ‘Dari Syam (Syiria).’
Kemudian dia pulang ke rumah. Disaat bersamaan ayahnya telah mengutus seseorang untuk mencarinya alasannya ialah was-was terhadap buah hatinya tersebut. Sementara dia sama sekali tidak mengerjakan kiprah sebagaimana yang telah diperintahkan ayahnya.
Ketika dia bertemu ayahnya, sang ayah bertanya, ‘Anakku, ke mana saja kau pergi? Bukankah saya telah berpesan kepadamu untuk mengerjakan apa yang saya perintahkan itu?’
Jawab beliau, ‘Ayah, saya lewat pada suatu kaum yang sedang sembahyang di dalam gereja, ketika saya melihat pemikiran agama mereka saya kagum. Demi Allah, saya tidak beranjak dari tempat itu hingga matahari terbenam.’
Lantas ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku, tidak ada kebaikan sedikitpun dalam agama itu. Agamamu dan agama ayahmu lebih manis dari agama itu.’
Dan beliaupun mencoba untuk membantahnya, ‘Demi Allah, sekali-kali tidak! Agama itu lebih manis dari agama kita.’
Kemudian ayahnya khawatir terhadap dirinya, sehingga sang ayahpun merantai kakinya, dan beliaupun dikurung di dalam rumahnya semoga tidak sanggup pergi.
Suatu hari ada seorang dari agama Nasrani yang telah ia kenal sebelumnya berusaha menemuinya, maka beliaupun memanfaatkan kesempatan ini untuk memberikan pesan, ‘Jika ada rombongan dari Syiria yang terdiri dari para pedagang Nasrani, maka supaya dia diberitahu.’ Beliaupun meminta semoga apabila para pedagang itu telah selesai urusannya dan akan kembali ke negerinya, dia meminta izin bisa menemui mereka.
Ketika para pedagang itu hendak kembali ke negrinya, mereka memberitahu kepadanya. Kemudian rantai besi yang mengikat kakinyapun dilepas, lantas dia kabur dari rumah dan pergi berkelana mengikuti mereka hingga tiba di Syiria.
Sesampainya dia di Syiria, beliaupun bertanya, ‘Siapakah orang yang hebat agama di sini?’ Mereka menjawab, ‘Uskup (pendeta) yang tinggal di gereja.’ Kemudian dia menemuinya dan berkata kepada pendeta itu, ‘Aku sangat menyayangi agama ini, dan saya ingin tinggal bersamamu, saya akan membantumu di gereja ini, semoga saya sanggup berguru denganmu dan beribadah bersama-sama kamu.’ Pendeta itu menjawab, ‘Silahkan.’ Maka beliaupun tinggal bersamanya.
Ternyata pendeta itu seorang yang jahat, dia menyuruh dan menganjurkan umat untuk bersedekah, namun sehabis sedekah itu terkumpul dan diserahkan kepadanya, ia menyimpan sedekah tersebut untuk dirinya sendiri, tidak diberikan kepada orang-orang miskin, sehingga terkumpullah 7 peti emas dan perak.
Akhirnya dia sangat benci perbuatan pendeta itu. Tak usang kemudian pendeta tersebut meninggal. Orang-orang Nasrani pun berkumpul untuk mengebumikannya. Ketika itu dia sampaikan kepada khalayak dengan mengatakan, ‘Sebenarnya, pendeta ini ialah seorang yang berperangai buruk, menyuruh dan menganjurkan kalian untuk bersedekah. Tetapi jikalau sedekah itu telah terkumpul, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri, tidak memberikannya kepada orang-orang miskin barang sedikitpun.’
Mereka pun mempertanyakan apa-apa yang dia sampaikan dan bertanya, ‘Apa buktinya bahwa kau mengetahui akan hal itu?’ Beliau menjawab, ‘Marilah saya tunjukkan kepada kalian simpanannya itu.’ Mereka berkata, Baik, tunjukkan simpanan tersebut kepada kami.’
Lalu beliaupun memperlihatkan tempat penyimpanan sedekah itu. Kemudian mereka mengeluarkan sebanyak 7 peti yang penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka menyaksikan betapa banyaknya simpanan pendeta itu, mereka berkata, ‘Demi Allah, selamanya kami tidak akan menguburnya.’ Kemudian mereka menyalib pendeta itu pada tiang dan melempari jasadnya dengan batu.
Selanjutnya mereka mengangkat orang lain sebagai penggantinya sebagai pendeta. Salman pun tidak pernah melihat seseorang yang tidak mengerjakan ibadah yang lebih manis selain pendeta tersebut, ia sangat zuhud, sangat menyayangi akhirat, dan selalu beribadah siang dan malam. Maka Salman pun sangat menyayangi ibadah dan berusaha untuk sanggup beribadah menyerupai yang di ajarkan pendeta tersebut kepadanya. Salman tinggal bersama pendeta tersebut beberapa waktu.
Kemudian ketika menjelang kematian pendeta tersebut, Salman berkata kepadanya, ‘Wahai Fulan, selama ini saya hidup bersamamu, dan saya sangat mencintaimu, belum pernah ada seorangpun yang saya cintai menyerupai cintaku kepadamu, padahal sebagaimana kau lihat akan dirimu, kematian akan segera menghampirimu ketika berlakunya taqdir Allah, kepada siapakah saya ini engkau wasiatkan, dan apa yang engkau perintahkan kepadaku?’
Sang pendetapun berkata, ‘Wahai anakku, demi Allah, kini ini saya sudah tidak tahu lagi siapa yang mempunyai keyakinan menyerupai aku. Orang-orang yang saya kenal telah mati, dan masyarakatpun mengganti pemikiran yang benar dan meninggalkannya sebagiannya, kecuali seorang yang tinggal di Mosul (kota di Irak), yakni Fulan, dia memegang keyakinan menyerupai saya ini, temuilah ia di sana!’
Lalu tatkala pendeta telah wafat, Salmanpun berangkat untuk menemui seseorang di Mosul, dan berkata, ‘Wahai Fulan, sesungguhnya si Fulan telah mewasiatkan kepadaku menjelang kematiannya semoga saya menemuimu, dia memberitahuku bahwa engkau mempunyai keyakinan sebagaimana dia.’
Kemudian orang yang ditemuinya itu berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku. Aku pun hidup bersamanya.’ Salman mendapati ia sangat baik sebagaimana yang diterangkan si pendeta kepadanya. Namun sayang orang yang gres dihampirinya pun mendekati kematian. Dan ketika kematian menjelang, Salmanpun bertanya kepadanya, ‘Wahai Fulan, ketika itu si Fulan mewasiatkan saya kepadamu dan semoga saya menemuimu, kini taqdir Allah akan berlaku atasmu sebagaimana engkau maklumi, oleh alasannya ialah itu kepada siapakah saya ini hendak engkau wasiatkan? Dan apa yang engkau perintahkan kepadaku selanjutnya?’
Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, Demi Allah, tak ada seorangpun sepengetahuanku yang menyerupai saya kecuali seorang di Nashibin (kota di Aljazair), yakni Fulan. Temuilah ia!’
Maka sehabis dia wafat, Salman pun selanjutnya menemui seseorang yang di Nashibin itu. Setelah dia bertemu dengannya, dia menceritakan keadaannya dan apa yang di perintahkan si Fulan kepadanya.
Orang itu berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku.’ Sekarang Salman pun memulai tinggal bersamanya. Beliau mendapati orang tersebut benar-benar menyerupai orang yang sebelumnya yang pernah ia kunjungi dan tinggal bersamanya. Beliaupun tinggal bersama seseorang yang sangat baik.
Namun, kematian pun hampir tiba menjemputnya. Dan di ambang kematiannya Salman berkata, ‘Wahai Fulan, Ketika itu si Fulan mewasiatkan saya kepada Fulan, dan kemarin Fulan mewasiatkan saya kepadamu? Sepeninggalmu nanti, kepada siapakah saya akan engkau wasiatkan? Dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’
Orang itu berkata, ‘Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada seorangpun yang saya kenal sehingga saya perintahkan kau untuk mendatanginya kecuali seseorang yang tinggal di Amuria (kota di Romawi). Orang itu menganut keyakinan sebagaimana yang kita anut, jikalau kau berkenan, silahkan mendatanginya. Dia pun menganut sebagaimana yang selama ini kami pegang.’
Setelah seseorang yang baik itu meninggal dunia, Salman pergi menuju Amuria menyerupai yang telah di wasiatkan. Beliau menceritakan perihal keadaannya kepada orang yang dituju tersebut, dan orang tersebut pun berkata, ‘Silahkan tinggal bersamaku.’
Salman pun hidup bersama seseorang yang ditunjuk oleh kawannya yang sekeyakinan.
Di tempat orang itu, Salman bekerja, sehingga dia bisa mempunyai beberapa ekor sapi dan kambing atas hasil kerja kerasnya. Kemudian taqdir Allah pun berlaku kepada orang tersebut di penghujung kematiannya. Ketika itu Salmanpun berkata dengan pertanyaan yang sama, ‘Wahai Fulan, selama ini saya hidup bersama si Fulan, kemudian dia mewasiatkan saya untuk menemui Si Fulan, kemudian Si Fulan juga mewasiatkan saya semoga menemui Fulan, kemudian Fulan mewasiatkan saya untuk menemuimu, kini kepada siapakah saya ini akan engkau wasiatkan? dan apa yang akan engkau perintahkan kepadaku?’
Orang inipun berkata, ‘Wahai anakku, demi Allah, saya tidak mengetahui seorangpun yang akan saya perintahkan kau untuk mendatanginya. Akan tetapi telah hampir tiba waktu munculnya seorang nabi, dia diutus dengan membawa pemikiran nabi Ibrahim. Nabi itu akan keluar diusir dari suatu tempat di Arab kemudian berhijrah menuju kawasan antara dua perbukitan. Di antara dua bukit itu tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri nabi itu terdapat gejala yang tidak sanggup disembunyikan, dia mau makan hadiah tetapi tidak mau mendapatkan sedekah, di antara kedua bahunya terdapat tanda cincin kenabian. Jika engkau bisa menuju kawasan itu, berangkatlah ke sana!’
Kemudian orang inipun meninggal dunia. Dan sepeninggalnya, Salman masih tinggal di Amuria sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Pada suatu hari, lewat di hadapannya serombongan orang dari Kalb, mereka ialah pedagang. Salman berkata kepada para pedagang itu, ‘Bisakah kalian membawaku menuju tanah Arab dengan imbalan sapi dan kambing-kambingku?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Lalu beliaupun memperlihatkan ternak hasil dari jerih payahnya selama bekerja ini kepada mereka.
Mereka membawa Salman, namun ketika tiba di Wadil Qura, mereka menzhaliminya, dengan menjualnya sebagai status budak ke tangan seorang Yahudi.
Kini Salmanpun tinggal di tempat seorang Yahudi. Beliau melihat pohon-pohon kurma, sembari berharap, mudah-mudahan ini wilayahnya sebagaimana yang disebutkan si Fulan kepadanya. Beliaupun tidak bisa hidup bebas alasannya ialah dijual menjadi seorang budak.
Ketika dia berada di samping orang Yahudi itu, keponakan orang Yahudi tersebut tiba dari Madinah berasal dari Bani Quraidzah. Ia membeli Salman dari orang Yahudi tersebut sebagai budak baginya. Kemudian ia membawa Salman ke Madinah. Begitu Salman tiba di Madinah, dia segera cari tahu berdasarkan apa yang disebutkan si Fulan kepadanya. Sekarang Salman pun telah tinggal di Madinah.
Allah mengutus seorang RasulNya, dia telah tinggal di Makkah beberapa lama, yang Salman sendiri tidak pernah mendengar ceritanya alasannya ialah kesibukannya sebagai seorang budak. Kemudian Rasul itu berhijrah ke Madinah. Demi Allah, ketika Salman berada di puncak pohon kurma majikannya disaat ia sedang bekerja di perkebunan, sementara majikannya duduk, tiba-tiba salah seorang keponakan majikannya tiba menghampiri, kemudian berkata, ‘Fulan, Celakalah Bani Qailah (suku Aus dan Khazraj). Mereka kini sedang berkumpul di Quba’ menyambut seseorang yang tiba dari Makkah pada hari ini. Mereka percaya bahwa orang itu Nabi.’
Tatkala Salman mendengar pembicaraan mereka, Salman tiba-tiba gemetar sampai-sampai dia khawatir jatuh menimpa majikannya. Kemudian Salman pun turun dari pohon, dan bertanya kepada keponakan majikannya, ‘Apa tadi yang engkau katakan? Apa tadi yang engkau katakan?’ Majikannya sangat marah, dan memukul Salman dengan kerasnya sambil berkata, ‘Apa urusanmu menanyakan hal ini, Lanjutkan pekerjaanmu.’
Salman menjawab, ‘Tidak ada maksud apa-apa,'
Sebenarnya Salman hanya ingin mencari kejelasan terhadap apa yang dikatakan keponakannya, alasannya ialah dia telah mempunyai beberapa informasi mengenai akan diutusnya seorang nabi menyerupai yang telah dikatakan oleh beberapa pendeta yang hidup bersamanya sebelum ini.’
Pada sore hari, Salman mengambil sejumlah bekal kemudian dia mencoba menuju Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, ketika itu Rasulullah sedang berada di Quba, lalu Salman menemui beliau, dan berkata, ‘Telah hingga kepadaku kabar tolong-menolong engkau ialah seorang yang shalih, engkau mempunyai beberapa orang sahabat yang dianggap asing dan miskin. Aku membawa sedikit sedekah, dan menurutku kalian lebih berhak mendapatkan sedekahku ini daripada orang lain.’
Salman pun menyerahkan sedekah tersebut kepada beliau, kemudian Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat, ‘Silahkan kalian makan, sementara Rasul sendiri tidak menyentuh sedekah itu dan tidak memakannya'. Salman berkata, ‘Ini satu tanda kenabiannya.’
Salman pun pulang meninggalkan dia untuk mengumpulkan sesuatu. Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam pun berpindah ke Madinah. Kemudian hingga pada suatu hari, Salman mendatangi dia sambil berkata, ‘Aku memperhatikanmu tidak memakan pemberian berupa sedekah, sedangkan ini merupakan hadiah sebagai penghormatanku kepada engkau.’
Kemudian Rasulullah makan sebagian dari hadiah pemberian Salman tersebut dan Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk memakannya, mereka pun makan hadiah yang dibawa Salman tersebut. Salman pun ketika itu berkata dalam hati, ‘Inilah tanda kenabian yang kedua.’
Selanjutnya Salman menemui dia Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dia berada di kuburan Baqi’ al-Gharqad, Rasulullah sedang mengantarkan mayit salah seorang sahabat, dia mengenakan dua lembar kain, ketika itu dia sedang duduk di antara para sahabat, Salman pun menyempatkan mengucapkan salam kepada beliau. Kemudian Salman berputar memperhatikan punggung Rasulullah, adakah ia akan melihat cincin yang pernah disebutkan Si Fulan kepadanya.
Pada ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Salman sedang memperhatikan beliau, dia mengetahui bahwa Salman sedang mencari kejelasan wacana sesuatu ciri kenabian yang disebutkan salah seorang kawannya (para pendeta yang pernah didatanginya). Kemudian dia melepas kain selendang dia dari punggung, Salman berhasil melihat tanda cincin kenabian dan Salman pun akibatnya yakin bahwa dia ialah seorang Nabi. Maka Salman telungkup di hadapan dia dan memeluknya seraya menangis.
Salman sibuk bekerja sebagai budak. Dan perbudakan inilah yang menimbulkan Salman terhalang mengikuti perang Badar dan Uhud. “Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam suatu hari bersabda kepadanya, ‘Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!’ Maka majikannya akan membebaskan dia jikalau mau membayar dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus dia tanam untuknya dan uang sebesar 40 uqiyah.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan para sahabat dan bersabda, ‘Berilah sumbangan kepada saudara kalian ini.’ Mereka pun membantunya dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang sahabat ada yang memberi 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon kepada Salman, dan ada yang 10 pohon, masing-masing sahabat memberi kepada Salman pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.
Setelah terkumpul Rasulullah bersabda kepada Salman, ‘Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jikalau telah selesai datanglah kemari saya akan meletakkannya di tanganku.’ Salman pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai Salman menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam dan memberitahukan perihalnya. Kemudian Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam keluar bersamanya menuju kebun yang Salman tanami itu. Kami dekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada dia dan Rasulullah pun meletakkannya di tangan beliau. Maka, demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati.
Untuk tebusan pohon kurma sudah terpenuhi, tetapi Salman masih mempunyai tanggungan uang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang. Lantas dia bersabda, ‘Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?’ Kemudian Salman pun dipanggil beliau, kemudian dia bersabda, ‘Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!’
Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam, bagaimana status emas ini bagiku? Tanya Salman, rasulullah menjawab, ‘Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi kebaikan kepadanya.’ Kemudian Salman pun menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian Salman memenuhi tebusan yang harus ia serahkan kepada majikannya, dan selanjutnya ia pun akibatnya dimerdekakan.
Setelah itu Salman mulai turut serta bersama Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam dalam perang Khandaq, dan semenjak itupun tidak ada satu peperangan yang tidak ia ikuti.”
Rute Perjalanan Salman al-Farisi
Tindakan-tindakan Pentingnya Dalam Perang
Mengajukan proposal untuk menggali parit dan memberi masukan kepada kaum Muslimin untuk menaklukkan Iran Ia ikut hadir pada peperangan permulaan Islam dan sehabis Perang Khandaq ia selalu hadir dalam semua peperangan yang ada. Usulan penggalian parit mengelilingi kota Madinah berasal dari Salman. Dalam perang ini, atas perintah Nabi Muhammad Saw setiap 10 perang bertugas untuk menggali parit sepanjang 40 hasta. Karena Salman mempunyai kekuatan jasmani yang baik, maka setiap kalangan Muhajirin dan Anshar berebut untuk menyampaikan bahwa Salman berasal dari masing-masing dua kelompok mereka, kaum Muhajirin menganggap alasannya ialah Salman berasal dari tempat lain (Iran) maka ia termasuk kelompok Muhajirin, sedangkan kaum Anshar menganggap alasannya ialah ketika Nabi Saw memasuki Yatsrib Salman telah berada di sana, maka ia termasuk golongan Anshar. Berdasarkan laporan sebagian referensi, pada perang Thaif, Salman juga mengusulkan supaya memakai alat peluncur dan Nabi pun memerintahkan supaya menggunakannya. Dalam penaklukan Iran, Umar dan Hudzaifah diangkat menjadi pembimbing dan pengawal pasukan Islam sementara Salman diangkat sebagai wakil dari pasukan Islam untuk bernegosiasi dengan pasukan Iran.
Salman yang memperlihatkan akan kecintaan Nabi kepada Salman ialah ketika Nabi Muhammad Saw bersabda: Salman dari kami, Ahlul Bayt As. Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada, pada suatu hari Salman memasuki masjid dan para hadirin demi menghormati ia, mempersilahannya untuk duduk di barisan pertama, namun sebagian orang-orang alasannya ialah menilai bahwa Salman bukan merupakan orang Arab, tidak bersedia memperlihatkan tempat duduk bagi Salman. Dengan melihat pemandangan ini, Nabi Saw naik ke mimbar dan memberikan khutbah bahwa insan tidak mempunyai keunggulan dari sisi warna kulit dan ras kemudian bersabda: Salman berasal dari kami, Ahlul Bayt As.
Gubernur Madain
Salman Farsi, pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab diangkat menjadi gubernur Madain wilayah Persia tempat kelahirannya. Ia menjadi gubernur di Madain hingga kematian menjemputnya. Ia mempunyai hak sebanyak 5 ribu dirham dari uang baitul mal sebagai honor sebagai seorang gubernur Madain, namun ia menyedekahkan uang itu dan ia memenuhi biaya kehidupannya dengan menganyam keranjang hingga selesai hayatnya.
Beberapa sejarawan mencatat:
Salman Farsi/Al Farisi
Nama Lahir: Rozbeh
Julukan : Abu Abdillah
Lahir Lahir: 568 M, di desa Jay/Jai di Isfahan, Iran.
Meninggal: 657 M, Ctesiphon, Iran Kuno, kini wilayah Irak.
Tempat dimakamkan: al-Madain, Irak.
Anak: Abdullah
Memeluk Islam : Jumadil Awwal, 1 H/November, 622
Selama masa hidup Nabi Muhammad Saw, Salman termasuk sahabat Nabi yang sangat dicintai oleh dia hingga terkait dengan kedudukannya, dia bersabda: "Salman dari kami, Ahlulbait As." Ia hadir dalam perang-perang Nabi Muhammad Saw. Peristiwa digalinya parit (khandaq) dalam Perang Ahzab yang dengan cara itu pasukan Islam berhasil mengalahkan pasukan kaum Musyrikin ialah atas proposal Salman dan menjadi sebuah insiden sejarah yang sangat terkenal.
Sebagai seorang Persia ia menganut agama Majusi (Zoroaster), tetapi ia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Kemudian muncul pergolakan batin untuk mencari agama yang sanggup menentramkan hatinya. Pencarian agamanya membawa hingga ke jazirah Arab dan akibatnya memeluk agama Islam Salman al-Farisi pada ia mengawali hidupnya sebagai seorang darah biru dari Persia, Ia menjadi jagoan dengan inspirasi menciptakan parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam pertempuran khandaq. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, ia dikirim untuk menjadi gubernur di kawasan kelahirannya, hingga ia wafat.
Salman Al-Farisi. Dari Persi datangnya jagoan kali ini. Dan dari Persi pula Agama Islam nanti dianut oleh orang-orang Mu'min yang tidak sedikit jumlahnya, dari kalangan mereka muncul pribadi-pribadi istimewa yang tiada taranya, baik dalam bidang kedalaman ilmu pengetahuan dan ilmuan dan keagamaan, maupun keduniaan.
Dan memang, salah satu dari keistimewaan dan kebesaran al-Islam ialah, setiap ia memasuki suatu negeri dari negeri-negeri Allah, maka dengan keajaiban luar biasa dibangkitkannya setiap keahlian, digerakkannya segala kemampuan serta digalinya bakat-bakat terpendam dari warga dan penduduk negeri itu, dokter-dokter Islam, ahli-ahli astronomi Islam, ahli-ahli fiqih Islam, ahli-ahli ilmu niscaya Islam dan penemu-penemu mutiara Islam.
Salman radhiyallahu 'anhu turut terlibat dan mempunyai relasi erat dengan peristiwa perang Khandaq, yaitu pada tahun kelima Hijrah. Beberapa orang pemuka Yahudi pergi ke Mekah menghasut orang-orang musyrik dan golongan-golongan kuffar semoga bersekutu menghadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Kaum Muslimin, serta mereka berjanji akan memperlihatkan sumbangan dalam perang penentuan yang akan menumbangkan serta mencabut urat akar Agama gres ini.
Siasat dan taktik perang pun diaturlah secara licik, bahwa tentara Quraisy dan Ghathfan akan menyerang kota Madinah dari luar, sementara Bani Quraidlah (Yahudi) akan menyerang-nya dari dalam—yaitu dari belakang barisan Kaum Muslimin sehingga mereka akan terjepit dari dua arah, karenanya mereka akan hancur lumat dan hanya tinggal nama belaka.
Demikianlah pada suatu hari Kaum Muslimin tiba-tiba melihat datangnya pasukan tentara yang besar mendekati kota Madinah, membawa perbekalan banyak dan persenjataan lengkap untuk menghancurkan. Kaum Muslimin panik dan mereka bagaikan kehilangan nalar melihat hal yang tidak diduga-duga itu. Keadaan mereka dilukiskan oleh al-Quran sebagai berikut:
Ketika mereka tiba dari sebelah atas dan dari arah bawahmu, dan tatkala pandangan matamu telah berputar liar, seakan-akan hatimu telah naik hingga kerongkongan, dan kau menaruh sangkaan yang bukan-bukan terhadap Allah. (Q.S. 33 al-Ahzab:l0)
24.000 orang prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn menghampiri kota Madinah dengan maksud hendak mengepung dan melepaskan pukulan memilih yang akan menghabisi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Agama serta para shahabatnya.
Pasukan tentara ini tidak saja terdiri dari orang-orang Quraisy, tetapi juga dari banyak sekali kabilah atau suku yang menganggap Islam sebagai lawan yang membahayakan mereka. Dan insiden ini merupakan percobaan selesai dan memilih dari fihak musuh-musuh Islam, baik dari perorangan, maupun dari suku dan golongan.
Kaum Muslimin sadar akan keadaan mereka yang gawat ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam-pun mengumpulkan para shahabatnya untuk bermusyawarah. Dan tentu saja mereka semua baiklah untuk bertahan dan mengangkat senjata, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan itu?
Ketika itulah tampil seorang yang tinggi jangkung dan berambut lebat, seorang yang disayangi dan amat dihormati oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Itulah dia Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu!' Dari tempat ketinggian ia melayangkan pandang meninjau sekitar Madinah, dan sebagai telah dikenalnya juga didapatinya kota itu di lingkung gunung dan bukit-bukit watu yang tak ubah bagai benteng juga layaknya. Hanya di sana terdapat pula kawasan terbuka, luas dan terbentang panjang, hingga dengan gampang akan sanggup diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan.
Di negerinya Persi, Salman radhiyallahu 'anhu telah mempunyai pengalaman luas wacana teknik dan sarana perang, begitu pun wacana siasat dan liku-likunya. Maka tampillah ia mengajukan suatu permintaan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu suatu rencana yang belum pernah dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama ini. Rencana itu berupa penggalian khandaq atau parit proteksi sepanjang kawasan terbuka keliling kota.
Dan hanya Allah yang lebih mengetahui apa yang akan dialami Kaum Muslimin dalam peperangan itu seandainya mereka tidak menggali parit atas permintaan Salman radhiyallahu 'anhu tersebut.
Demi Quraisy menyaksikan parit terbentang di hadapannya, mereka merasa terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, hingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah alasannya ialah tidak berdaya menerobos kota.
Dan akibatnya pada suatu malam Allah Ta'ala mengirim angin angin kencang yang menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka. Abu Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya semoga kembali pulang ke kampung mereka ... dalam keadaan kecewa dan berputus asa serta menderita kekalahan pahit ...
Sewaktu menggali parit, Salman radhiyallahu 'anhu tidak ketinggalan bekerja bersama Kaum Muslimin yang sibuk menggali tanah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ikut membawa tembilang dan membelah batu. Kebetulan di tempat penggalian Salman radhiyallahu 'anhu bersama kawan-kawannya, tembilang mereka terbentur pada sebuah watu besar.
Salman radhiyallahu 'anhu seorang yang berperawakan besar lengan berkuasa dan bertenaga besar. Sekali ayun dari lengannya yang besar lengan berkuasa akan sanggup membelah watu dan memecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil. Tetapi menghadapi watu besar ini ia tak berdaya, sedang sumbangan dari teman-temannya hanya menghasilkan kegagalan belaka.
Salman radhiyallahu 'anhu pergi mendapatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan minta idzin mengalihkan jalur parit dari garis semula, untuk menghindari watu besar yang tak tergoyahkan itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun pergi bersama Salman radhiyallahu 'anhu untuk melihat sendiri keadaan tempat dan watu besar tadi. Dan sehabis menyaksikannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta sebuah tembilang dan menyuruh para shahabat mundur dan menghindarkan diri dari pecahan-pecahan watu itu nanti....
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian membaca basmalah dan mengangkat kedua tangannya yang mulia yang sedang memegang erat tembilang itu, dan dengan sekuat tenaga dihunjamkannya ke watu besar itu. Kiranya watu itu terbelah dan dari celah belahannya yang besar keluar lambaian api yang tinggi dan menerangi. "Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota Madinah", kata Salman radhiyallahu 'anhu, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan takbir, sabdanya:
Allah Maha Besar! saya telah dikaruniai kunci-kunci istana negeri Persi, dan dari lambaian api tadi nampak olehku dengan faktual istana-istana kerajaan Hirah begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa ummatku akan menguasai semua itu.
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tembilang itu kembali dan memukulkannya ke watu untuk kedua kalinya. Maka tampaklah menyerupai semula tadi. Pecahan watu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi dan menerangi, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir sabdanya:
Allah Maha Besar! saya telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak faktual olehku istana-istana merahnya, dan bahwa ummatku akan menguasainya.
Kemudian dipukulkannya untuk ketiga kali, dan watu besar itu pun mengalah pecah berderai, sementara sinar yang terpancar daripadanya amat nyala dan terang temarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengucapkan la ilaha illallah diikuti dengan gemuruh oleh kaum Muslimin. Lalu diceritakanlah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa dia kini melihat istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria maupun Shan'a, begitu pun di daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan berada di bawah naungan bendera Allah yang berkibar. Maka dengan keimanan penuh Kaum Muslimin pun serentak berseru: Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya .... Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.
-o0o-